apakah gairah yang gelombang
atau tubuh yang kian rengsa
seusai mendaki malam-malam
sejujurnya di manakah puncak
sejauh mata memandang
gemawan hanya putih berderak
tetapi siapa yang terlena
ternyata dunia amboi benderang
Bumidamai, Yogyakarta.
apakah gairah yang gelombang
atau tubuh yang kian rengsa
seusai mendaki malam-malam
sejujurnya di manakah puncak
sejauh mata memandang
gemawan hanya putih berderak
tetapi siapa yang terlena
ternyata dunia amboi benderang
Bumidamai, Yogyakarta.
Filed under Jiwa Merindu
dunia amboi benderang yach, waahhh……
pengen pergi mendaki tuk memandang indahnya ciptaan Ilahi
Benar sekali, dunia amboi benderang…., tapi sungguh jangan sampai terlena sehingga melupakan Sang Pencipta. Makasih banyak ya… telah singgah.
assalamu ‘alaikum…
memaknai ciptaan Allah swt yang tak ternilai indahnya..
yang di hitung dengan alat apapun tak kan bisa.. subhanallah
Benar sekali, ciptaan Allah tak ternilai indahnya; anugerah Allah tak ternilai besarnya. Sungguh, betapa kita mesti bersyukur kepada-Nya. Ohya, makasih banyak ya… telah berkenan singgah.
ajari saya unyuk enulis Pak….?
Ohya, dengan senang hati, karena saya pun masih belajar dan terus belajar untuk bisa menulis yang baik. Jadi, kita sama-sama belajar menulis.
Habis Mendaki Gunung …? Uenaknya kalau udah di Puncak Prend
Benar sekali, Saudaraku, mendaki adalah perjuangan, sampai di puncak adalah keberhasilan. Maka, betapa nikmat keberhasilan itu. Lebih nikmat lagi, bila kita penuh bersyukur kepada-Nya. Bukankah demikian? Makasih banyak ya…
memang banyak sekali manusia yang sudah lupa dengan anugerha yang melimpah sehingga mereka terlena sampai melupakan yang Kuasa…..
semoga kita terus bisa mendaki memperbaiki diri dan tidak terlena dengan benderangnya dunia
Benar sekali, Saudaraku, betapa tidak sedikit manusia yang terlena dengan benderang dunia yang sementara ini. Sungguh, marilah kita terus-menerus berupaya agar kita bersama keluarga termasuk orang yang bisa mensyukuri anugerah dari Allah Swt. dengan semakin mendekatkan diri kepada-Nya.
Itu, ‘mendaki malam-malam’, maksudnya apa, Ustadz? Saya kok punya feeling, ini nggak ada urusannya sama sepeda onthel, hehe. Please, maafkan saya kalau salah duga. Maklumlah, Pak Ustadz.. sudah hampir tujuh bulan blusuk2an di ‘medan perang’ blum pulang2. Hmmh, alhamdulillah.
😉
Hehehe, Band Andi tentu sudah terbiasa mendaki malam-malam, pada saat segalanya tlah tak lagi sebatas kata, merasuk dalam rasa, dan bisa melihat dunia amboi benderang, tapi tak silau olehnya, apalah, apalah, hanya… wah jadi ingat novel Bang Andi yang berjudul “Dan Dialah Dia”.
Alhamdulillah, saya senang meski sudah hampir tujuh bulan blusuk2an di ‘medan perang’, Bang Andi masih ingat saya. Tapi, nggak jadi Bang Thoyib kan, Bang? yang sudah tiga kali lebaran tak pulang-pulang, hehe…