oleh sebab cintamu melulu sementara
aku kembali rindu pulang, ke pangkuan
oleh sebab cintamu melulu benda-benda
aku kembali rindu pulang, ke keabadian
duhai jiwa yang sekian lama terlena
bersaranglah, pulanglah, bersedekaplah
senyampang rindu belum didendangkan
oleh siapakah dengan air mata
Bumidamai, Yogyakarta.
subhanallah, orang yang rindu, biasanya karena cinta..beruntung orang yang memiliki cinta dan rindu kepada alam keabadian.
Karena setiap kita mesti ke alam keabadian, mestinya ke sana pula kita merindukan; dengan demikian ada cinta yang terjaga dari pesona dunia. Terima kasih banyak ya… telah singgah kemari.
puisinya bagus pak ustadz…
smoga kita semua rindu pulang pada jalan Allah…
Terima kasih banyak, Mas Mabruri. Iya, benar, semoga kita bisa menjaga kerinduan ini agar tidak silau oleh pesona dunia sehingga bisa selamat ke keabadian.
InsyaAllah inilah alamat kerinduan yang sesungguhnya. Tidak ada alamat selainNya. Jika benar-benar percaya, maka DIAlah yang dituju. Sekali lagi, Tidak selainNya …
Tepat sekali, Mas Suretno, tiada alamat lain, tiada kerinduan lain, tiada tujuan lain, selain-Nya. Semoga selamat sampai tujuan. Makasih banyak ya, Mas.
nice mas Akhmad….
aku suka sekali kalimat endingnya..
(gaya kata-katamu itu lho… keren)
senyampang rindu belum didendangkan
oleh siapakah dengan air mata
rindu itu semakin kepermukaan
manakala kita bersujud padaNYA disepertiga malam
hanya airmata yang jadi saksi
keagungan cintaNYA.
salam.
salam.
Makasih banyak ya, Mbak Astrid. Tambahan puisi juga aku suka:
rindu itu semakin kepermukaan
manakala kita bersujud padaNYA disepertiga malam
hanya airmata yang jadi saksi
keagungan cintaNYA.
Makasih ya, Mbak, telah singgah kemari.
Kerinduan bersumber dari hati pecinta yg tulus,, memberkahi tiap tebalnya rindu tuk menghentikan sesak tangis dalam kesungguhan..
Semoga kerinduan ini tulus kepada-Nya, sehingga segala sesak dalam jiwa berhamburan, dan berganti dengan cahaya keimanan yang melahirkan akhlak mulia. Semoga…. Semoga…. [Makasih banyak ya….]
Jadi terhanyut. terima kasih pak ustadz.
…..terhanyut dalam kerinduan….
Makasih ya, Mas Irfan Handi, telah berkenan singgah kemari.
singkat, menghangatkan akh..
akh ana mau tanya..
kira2 ana ada bakat ga ya bikin buku?
buku kayak apa kira2 yang bisa ana bikin?
*bertanya sama bapak penulis
Makasih, Ukhtiy Fi. Semoga terhanyut dalam kerinduan dan senantiasa berdzikir kepada-Nya.
Menjawab pertanyaan (hehe…), sesungguhnya saya termasuk orang yang tidak begitu menomorsatukan bakat terkait dengan menulis. Lebih penting dari itu adalah kemauan yang didukung dengan mau membaca karya orang lain dan berlatih dalam menulis. Bila membaca beberapa tulisan Ukhtiy Fi di blog “Merajut Kata”, sepertinya Ukhtiy berbakat bila menulis fiksi islami, renungan, motivasi, berbagi hikmah. Sungguh, saya senang membaca tulisan-tulisan Uktiy Fi; ada perenungan sekaligus menggugah.
ana minta penilaian secara objektif akh, sebagai orang yang ilmunya luas, akhiy tentunya paham, sebatas mana kemampuan ana..
ana merasa blog masih terjangkau dengan orang2 yang menjangkau internet, tapi bila belum menjadi buku, belum bisa meluas dakwahnya..
ana minta saran, ana cocok ga ya? hehe..
Iya, yang saya tulis tersebut sungguh objektif menurut penilaian saya. Hehe… kalo sebagai orang yang ilmunya luas, sungguh belum deh, saya masih perlu banyak belajar. Memang, yang saya baca itu tulisan Ukhtiy di blog, maksud saya, bila ingin menjadi buku, tinggal mengembangkan kemampuan Ukhtiy dalam bentuk buku. Misalnya, kumpulan cerpen. Bila penerbit saat ini lebih suka menerbitkan novel, misalnya, ya tinggal mengembangkan cerpen itu menjadi novel. Yang penting, dasarnya sudah, yakni suka menulis.
Kalo cocok atau tidak, jujur nih, dari pembacaan saya di blog “Merajut Kata”, Ukhtiy sudah cocok untuk menjadi penulis buku. Tampaknya Ukhtiy di FB sudah berteman dengan Diva Press, coba deh, atau mungkin penerbit yang lain.
..rindu akan membuat kita terbang dan berangan. . .
…rindu ke keabadian membuat segala beban menjadi ringan…
Makasih banyak ya… telah singgah ke blog sederhana ini.
akhi..tolong klik ini ya… “dari-teman-untuk-teman”
ditunggu..
Ohya, terima kasih banyak, setelah menulis ini insyaAllah langsung ngeklik….
kembali rindu … saat sadar tiada permisi air mata
rindu yang sepenuhnya adalah kesadaran jiwa akan asalnya; maka meneteslah air mata kala telah terlalu jauh memeluk benda-benda
Rindu yang paling indah adalah rindu seorang hamba kepada Tuhannya 🙂
Benar sekali, Mbak Sya, inilah hakikat kerinduan yang sesungguhnya. Makasih ya….
saya suka bingung kalau mengomentari puisi, apalagi yang indah seperti ini 😀
Lha ini sudah berkomentar, hehe…. ini puisi masih belajar kok, gimana sih puisi yang indah itu…. [makasih ya…]
jangat khawatir mas Azzet.,,. kepadaNya jualah kita akan pulang.. ^^
Iya, benar sekali, kepada-Nya kita akan pulang; semoga tiada tersesat jalan, melainkan kembali ke rahmat-Nya.
puisinya indah sekali, rindu pada Mu ya Rabb….
Makasih banyak ya, Mbak, ini masih terus belajar dan belajar. Iya, bila semua hanya benda dan sementara, betapa rindu ke pangkuan kasih-Nya.
Kesan Pertama diakhir tertulis “Bumidamai, Yogyakarta.” yang jelas saya merindukannya tuk bisa bersilaturahmi ke Yohyakarta !
Kesan berikutnya terserah pembaca lainnya mengartikan, tp yg jelas rindu makhluk terhadap Penciptanya adalah kerinduan yg teramat luar biasa…Kerinduan akan pertemuan dgn Rabb nya haruslah dipersiapkan dgn amalan2 yg diisyaratkan kepada Al-Qur’an dan Hadist tentunya. Wallahu’alam
Iya, Mas Dudik tentu rindu dengan Yogykarta, sedangkan saya rindu dengan Jombang. Namun, yang jelas, ruh ini yang berasal dari ciptaan-Nya tentu rindu ingin kembali untuk senantiasa bahagia bersama-Nya. Makasih banyak ya, Mas, telah singgah kemari.