Pada postingan kali ini, saya ingin bercerita tentang pengalaman saya yang cukup berkesan, yakni pengalaman saya ketika pertama kali pergi ke luar Pulau Jawa, tepatnya ke Lampung. Waktu itu, saya diajak ke rumah teman kuliah saya. Seven Pri namanya. Setelah berjalan-jalan dan menginap beberapa hari di Kotabumi, saya dan teman saya balik lagi ke Jogja.
Setiba di Pelabuhan Merak, kami mencari bus jurusan Jogja. Pada saat kami sedang mencari bus, tiba-tiba ada seorang lelaki menarik salah satu tas milik teman saya. Pada mulanya teman saya menolak untuk ditarik tasnya. Tapi, setelah dijelaskan bahwa ada bus bagus jurusan Jogja yang segera berangkat, teman saya akhirnya menurut.
Ketika sampai di depan bus yang dimaksud, ternyata busnya tidak sesuai dengan yang kami harapkan. Kami ingin mencari bus lain. Tapi, orang tersebut terus menarik tas teman saya sehingga kami mengikutinya sampai di dalam bus. Dan kami tetap bersikukuh tidak mau. Perdebatan menjadi semakin sengit.
Akhirnya, teman saya mengalah. Melepaskan tasnya, mengajak saya untuk segera turun, meninggalkan orang tersebut yang masih memegangi tas teman saya lalu menaruhnya di salah satu kursi yang kosong.
Setelah kami berada di luar bus, orang tersebut beranjak mencari calon penumpang lain, saya bergegas balik ke dalam bus untuk mengambil tas tersebut. Lelaki yang berprofesi sebagai pencari calon penumpang tersebut melihat gelagat saya. Dia pun mengejar saya. Setelah saya terkejar tidak jauh dari bus tersebut, tarik-menarik kian seru dan perdebatan semakin memuncak.
“Mas, di sini ada peraturan bahwa penumpang yang sudah kebawa tasnya harus ikut bus yang ditunjuk.”
“Tapi, peraturan itu merugikan kami. Kami berhak memilih bus yang sesuai dengan keinginan kami.”
Perdebatan dan tarik-menarik tas terus berlangsung hampir setengah jam. Saya dan dia nyaris berkelahi. Tetapi, saya sabar-sabarkan diri sebab saya sedang berpuasa. Sementara orang-orang malah seolah membikin lingkaran, menonton kami yang nyaris beradu fisik.
Mungkin orang tersebut sudah tidak mau berdebat lagi, untuk mengalah pun ogah, selanjutnya tas yang saya pegangi ditariknya dengan keras. Saya pun mengikutinya sampai ke dalam bus kembali. Dan di dalam bus, lelaki tersebut malah dibentak sopir bus, “Sudahlah!!! Kalau tidak mau ya sudah!!!”
Bentakan itu keras sekali. Lelaki tersebut melepaskan tarikannya. Saya pun turun dari bus.
“Sebenarnya tadi kamu nggak perlu sengotot itu mempertahankan tas ini,” kata teman saya ketika pergi meninggalkan bus tersebut.
“Memangnya kenapa?”
“Isinya kan cuma krupuk kemplang, kita bisa membelinya kembali di Jogja.”
“Hah?!!” Saya kaget, anyel, tapi sekaligus ingin tertawa mengalami peristiwa tersebut.
waaaaaaaaahhhh aneh banget sob…. masak orang ga mau naik dipaksa naik hahahahahahhahahaha………………
iya sob, itu termasuk salah satu pengalaman saya yang aneh banget…, masak ga mau naik kok dipaksa, hehehe…. thx ya sob atas kunjungannya….
Hhee … Lucu ,.. pa Akhmad.
aneh ,,.. peraturannya kok bs gtu .. 😀
Tp syukurlah,.. gak smpe adu fisik,.. 🙂
Iya, Mbak, peraturan yang lucu, hehehe…
Kalo adu fisik, aduuh…, jangan deh, hehe…
Makasih banyak ya, Mbak, telah berkunjung kemari.
Aturan dari mana itu begitu? Orang dia yang naikin tasnya orang ke bus. Hehehehe…
Hehe…, kalo anak sekarang bilang, aturan dari hongkong….
Makasih banyak ya mas, atas kunjungannya…
Kadang kala memang ditemukan aturan-aturan yang tidak tertulis seperti itu pak ustadz, Ane berkali-kali terbentur juga dengan tradisi yang “nyleneh” sedemikian di beberapa tempat… .
Makasih sudah berbagi cerita…. .
Iya, Mas Johar, tapi aturan yang merugikan orang lain tidak boleh kita diamkan. Ohya, sama-sama ya, Mas, makasih pula telah singgah kemari.
Begitulah kehidupan terminal, keras & cenderung tidak bersahabat. Yang terfikir hanya mencari uang dengan apapun cara termasuk dg pemaksaan & kekerasan.
Sy msh ingat betul saat kita bertengkar dengan calo itu, ada bbrp anggota ABRI (sekarang TNI) sedang asik makan di warung tepat didepan kita cuma nonton dg santainya (mungkin sambil berharap sbentar lg akan ada pertunjukan film laga di depan mata).
Alhamdulillah…setidaknya ada kenangan khusus saat Cak Aam ke Lampung, insyaallah akan teringat sampai kapanpun.
Semoga ada kesempatan lg bs ke Lampung ya Cak.
Hehehe…., ini dia orang yang diceritakan, Mas Seven Pri.
Iya, Bro, saya masih ingat betul dengan tentara yang hanya melihat saja itu… Ini adalah salah satu kenangan saja bersama Mas Seven; yang sesungguhnya masih buanyak sekali. Kadang, aku membuka beberapa lembar foto kita di zaman dulu, hmmm…. semoga suatu saat saya bisa ke Lampung lagi ya, Bro.
heheheh.. kirain isinya barang berharga.. ternyata isinya cuma krupuk.. 😆
iya, makanya saya bilang “anyel”, hehehe….
tapi, saya senang dengan pengalaman tersebut
sebab pengalaman bisa menjadi guru yang luar biasa.
thx banyak ya sob…
Pengalaman yang aneh sekaligus seru tuh bang… Emang kadang2 suka kayak gitu tuh, bahkan kadang2 pedagang asongannya juga suka maksa kita beli dagangannya klo kita udah liat2 apalagi megang2 barang dagangannya..Disitu tuh pentingnya do’a, karena biar bagaimanapun dengan kekuatan do’a, insya Allah kita selalu dilindungi oleh Allah…
Sepakat sekali, di sinilah penting bagi kita untuk senantiasa memohon keselamatan dan perlindungan kepada Allah Ta’ala. Makasih banyak ya gan, telah singgah kemari dan berbagi. Salam hangat persaudaraan ya…
baru tau akubang ada kondektur kaya gitu. . . .setau aku ya konsumen bebas dong cari kendaraan yang nyaman. . . .
iya, saya juga baru tahu ada yang model kayak gitu, tapi kayaknya bukan kondektur, tapi semacam calo begitulah, yang bertugas mencari penumpang…
nice story 😀
ujung2nya lucu, hehee…
iya, lucu memang, hehe….
makasih banyak ya….
mestinya tasnya dibuka aja mas, terus maem kerupuk rame2, jadi gak usah tarik-tarikan .. hehehe
salam 2012
wah, ide bagus ini mbak, hehehe….
hahaha, mmg kdg kernet itu bgtu ustadz, maux main paksa aja..sy koq jd lucu ya bayangin ustadz tarik2an gitu..hehehe
hehehe…. iya mbak, maunya maen paksa saja…
makasih banyak ya mbak, hmm… lucu memang….
di tempat kami juga ada aksi “main tarik aja” tas penumpang.
tapi nggak segitunya, ustadz.
kalau saya berhadapan dengan kondisi seperti cerita ustadz ini, mungkin bisa naik pitam juga.
🙂
rupanya hal yang demikian tidak hanya di merak saja ya mas
pengennya segera mak brez, begitu ya, tapi… sabar… sabar…, hehe…
hha.
kocak juga cerita nya pak ustadz..
romantis saling tarik menarik 😀
hahaha…. kocak sekaligus romantis karena tarik-menarik….
thx banyak ya sob…
apalagi klau ada lagu india ny…
😀
Waduh, bahkan kerupuk pun punya nilai, lho. 😀
Benar sekali, Mas Asop, apalagi krupuk itu dibawa langsung dari Lampung. Thx banyak ya Sob, telah singgah kemari.
walaupun bisa dibeli dijogja, tapi rasa dan kesannya beda juga kan? 🙂
iya saya pernah juga dengar cerita dari suami, kalau ada yang peraturannya seperti itu. Alhamdulillah dibanjar kayanya masih belum seperti itu ..( wong ga pernah naik bus..heheh) 😀
Iya, tentu rasa dan kesannya bila dibeli di Jogja.
Semoga di Banjar terminal busnya nyaman ya…
romantika di terminal Bus ceritanya nih Pak,
tapi setelah itu, rasa kerupuknya pasti bedaa, perjuangannya itu lho :).
hehehe…, benar sekali, romantika di terminal bus neh…
hmmmm…., krupuk kemplang penuh perjuangan…
makasih banyak nggih….
Hahaha… yang bikin aturan siapa tuh? Kemplang aja tuh orang pake kerupuk, Pak Ustadz. Wkwkwkwk….
Hahaha…, benar sekali, Mas Nando, krupuknya memang bernama “kemplang”, hehehe…. Makasih banyak ya, Mas….