Dalam sebuah perbincangan tentang poligami seorang kawan berkata, “Orang-orang yang melakukan poligami itu sering beralasan bahwa perbuatannya itu dilakukan karena sunnah Nabi.”
“Emang begitu kan kata sebagian ulama?” sela seorang kawan yang lain.
“Namun, ada satu fakta yang entah dipahami oleh para pelaku poligami atau tidak bahwa pada saat Nabi Saw. membangun rumah tangga dengan istri pertamanya, Khadijah r.a., Nabi tidak pernah menduakan wanita agung itu. Nabi baru menikah lagi dengan wanita lain setelah Khadijah meninggal dunia.”
“Itu artinya bila seorang laki-laki ingin berpoligami harus menunggu dulu istri (pertama)nya meninggal dunia?” pertanyaan itu meluncur dengan cepat dari kawannya.
“Aku nggak bilang begitu,” kata seorang kawan tadi. “Kalian tahu tidak, siapakah yang dinikahi Nabi setelah Khadijah meninggal dunia? Dia adalah seorang janda tua yang bernama Saudah binti Zam’ah,” lanjutnya.
“Berarti, kalau ingin meneladani Nabi, jangan berpoligami dulu sebelum istri pertama meninggal dunia dan ketika menikah lagi pun istri hendaknya janda tua dengan tujuan menolongnya,” simpul seorang kawan yang sejak tadi suka menyela.
“Iya kalau istrinya mati duluan, Bro. Sangat mungkin kan suaminya yang malah mati duluan. Sebab, tidak ada satu pun makhluk di dunia ini yang tahu secara pasti kapan ia dipanggil oleh Allah melalui Malaikat Izrail,” sela teman yang lain.
“Lagi pula, jika poligami dikatakan sebagai sunnah Nabi, kenapa juga tidak meneladani sunnah Nabi yang lain, misalnya rajin puasa Senin Kamis, shalat Tahajjud setiap malam, atau sunnah-sunnah yang lainnya. Jangan memilih yang enak-enak saja dalam menjalankan sunnah Nabi,” ujar seorang kawan itu.
Menanggapi perbincangan tersebut, saya senyum-senyum saja. Saya teringat, betapa nikmatnya di sebuah siang yang panas, lantas menyeruput segelas jus segar dan dingin di sebuah rumah makan yang oleh pemiliknya diberi nama jus poligami.
Namun, sesungguhnya saya juga teringat pada seorang kawan—dia suka mengajar ngaji sehingga saya pun sering memanggilnya dengan sebutan ustadz—yang mengatakan bahwa poligami itu jangan dilarang-larang karena nyatanya dalilnya ada, tapi juga jangan disuruh-suruh. Biarkan saja yang mau melakukan poligami asalkan dilakukan dengan cara baik-baik dan para istri serta anak-anaknya bisa rukun dan bahagia. Dua hal ini adalah syarat utama karena prinsip dari seseorang membangun rumah tangga adalah agar bisa membangun keluarga sakinah yang penuh dengan kasih dan sayang, begitu katanya.
Akan tetapi, bila dengan berpoligami kemudian keluarga malah jadi berantakan; istri pertama marah-marah hingga menuntut ke pengadilan, atau istri pertama tidak marah-marah tapi menangis setiap malam, atau timbul masalah-masalah lain yang justru merusak kebahagiaan, jangan membawa-bawa sunnah Nabi deh, begitu tambahnya.
mantappp ustadd…
sunah yg ringan dulu aj ya….solat tahajud,solat witir and solat sunah2 yg lain dulu ya…he he he…
makasih banyak ya, Mas Rafaqo
semoga kita bisa rajin shalat Tahajjud dan shalat sunnah lainnya ya mas….
obrolannya menarik banget
keren 🙂
iya, Mas, makasih banyak ya…. 🙂
Kalau saya sebagai wanita berharap tidak di-poligami ustadz.
=)
Begitu ya, Mbak Citra Taslim; makasih banyak ya… telah singgah dalam perbicangan ini.
waah. ..perbincangan yang sangat ekstriim. 😆
kalau saya sukanya meneliti dan survey pak ustadz. . .
kalau tentang poligami, untuk saya dan teman2 saya (para calon ibu) sepakat mengatakan “gak ada wanita yang mau dimaduu, kalaupun berhasil dipoligami sudah pasti batin tidak nyman dan tentram” 😉
perbincangan yang hangat di siang hari yang panas, Mbak Idah Ceris, hehe….; makasih banyak ya telah singgah kemari; memang demikianlah pendapat pada umumnya wanita, dan semoga perbincangan ini bermanfaat.
Lebih baik enggak usah pligami aja , daripada bikin stresss.
Bila akhirnya malah stres, ya jangan nggih, Bu Afnizar Hasan.
waah, sepertinya saya belum mengerti esensi poligami, disamping belum cukup umur
hehehe…., Mas Kur belum cukup umur ya….
Makasih banyak ya, telah singgah kemari.
Kalau saya ustad, lebih setuju ungkapan si guru ngaji, jangan disuruh, tetapi jangan pula dilarang apalagi sampai anti lalu menentang poligami.
Iya, Mas Nanang, jangan disuruh-suruh dan jangan dilarang-larang….
Sebelum melakukan poligami dalam arti sesungguhnya. Bisa kita simulasi ringan.
Coba kita punya blog lebih dari satu tanpa copas. Hehe…
😀
Saya udah poligami blog beberapa bulan, ternyata belum bisa adil.
gurumimenulis.wordpress.com
Hehehe…., simulasi ringan yang makjleb….
Makasih banyak ya, Mas Yusron.
wah topik hangat nih, kalo saya pribadi, berpoligami rasanya belum mampu, meneladani ahlak rosululloh juga masih jauh dari sempurna 🙂
jika demikian, mari kita lakukan yang mampu saja ya mas….
kan tetapi, bila dengan berpoligami kemudian keluarga malah jadi berantakan; istri pertama marah-marah hingga menuntut ke pengadilan, atau istri pertama tidak marah-marah tapi menangis setiap malam, atau timbul masalah-masalah lain yang justru merusak kebahagiaan, jangan membawa-bawa sunnah Nabi deh, begitu tambahnya.
postingan yg bagus sekali pak 🙂 saya setuju, terutama dgn kalimat diatas.
Terima kasih banyak ya, Mbak ndutyke, obrolan ringan yang semoga bermanfaat 🙂
masih abu abu
belum berpengalaman 🙂
Begitu ya, Mbak Mila. Kalo soal ini ga usah pengalaman deh, hehehe….
wah, kalo masalah poligami in ga pernah habis-habis dan ketemu ujungnya kalo mau dibahas 😀
ga habis walo tujuh hari tujuh malam ya sob…. 🙂
mungkin hingga 7 keturunan… 😀
Poligami, walaupun sunnah, hanya cocok bagi segelintir orang.
Begitu ya, Mas Nandobase; makasih banyak ya, Mas, telah singgah kemari….
wah, seru diskusi poligaminya hehee.. ane cukup ama 1 istri dulu insyaAllah
Hehehe…., sama kalo begitu, Mas Dhedhi, makasih banyak ya… telah singgah kemari….
Terus terang Ustadz saya paling sensitif bila membahas tentang Poligami .
pendapat ini yang menurut saya salut:
Akan tetapi, bila dengan berpoligami kemudian keluarga malah jadi berantakan; istri pertama marah-marah hingga menuntut ke pengadilan, atau istri pertama tidak marah-marah tapi menangis setiap malam, atau timbul masalah-masalah lain yang justru merusak kebahagiaan, jangan membawa-bawa sunnah Nabi deh, begitu tambahnya.
soalnya saya dari orang tua yang berpoligami dan asli itu sangat menyakitkan untuk ibu dan anak-anaknya.
maf ya ustadz kalau saya terlalu sensitif dan curhat …
Memang benar, Mas Odi Sumantri, soal ini memang sensitif. Oleh karena itu, dalam postingan ini saya coba mengangkat obrolan ringan yang berasal dari beberapa pendapat. Makasih banyak ya, Mas, telah berkenan singgah dan berkomentar dimari.
Masalah poligami memang sering diperbincangkan dengan sudut pandang dan pemahaman yang berbeda. Sejauh ini saya pribadi tidak terfikir untuk melakukan poligami, karena syarat dan ketentuan yang harus kita penuhi. namun demikian, saya menyerahkan kepada para suami yang ingin berpoligami, karena konsekuensinya akan ditanggung masing-masing.
Sangat setuju, Mas Abi Sabili, silakan yang melakukan karena konsekuensinya akan ditanggung masing2. Intinya, poligami atau tidak, hal yang harus ditegakkan adalah membangun keluarga yang sakinah, penuh mawaddah wa rahmah.
99% komen diatas arahnya menentang poligami….
1%nya menghargai yg melakukan itu….
saya jadi bertanya…. jikalau memang poligami itu buruk dan hanya menyakitkan… Mengapa Allah memperbolehkan….. dan dicontohkan ke Nabi besar Muhammad Saw?(yg jelas2 apapun yg diperbuat Beliau akan menjadi contoh bagi umatnya)
Dan apakah pemahaman poligami sesungguhnya? Kalau hanya adil saya rasa sudah jelas kita semua tahu tidak ada yang adil dimuka bumi ini.
Apakah tidak ada yg berpikir bahwa pemahaman poligami yg sesungguhnya tidak diketahui banyak orang termasuk saya yg penasaran bahwa ada yg tersembunyi….
Benar sekali, Mas Indra, meski hanya 1%, tapi letaknya di akhir perbincangan, sehingga tampak sekali arahnya, yakni sebagai penutup dan kesimpulan dari perbincangan tersebut. Makasih banyak ya, Mas.
Obrolan yang menarik…
Poligami tidak bisa di pandang dari satu sisi saja, pembahasannya panjang. Masyarakat banyak yang memberi image bahwa pilogami itu tidak baik. Faktanya banyak poligami yang sukses bahagia dalam menjalaninya ( jarang di ekspos), tapi justru yang di ekspos adalah poligami yang tidak baiknya, makanya poligami di anggap hal yang tidak baik oleh masyarakat. Poligami di halalkan oleh Allah SWT dengan berbagai aturan Hukum Syara di dalamnya. Poligami yang sudah jelas halal dan di bolehkan, banyak di tentang dan di perdebatkan, tetapi sesuatu yang haram seperti perzinahan di tempat-tempat maksiyat dan sejenisnya tetap bebas di manapun tidak pernah di perdebatkan. Poligami di bolehkan oleh Allah pasti ada suatu kebaikan di dalamnya.
Terima kasih banyak nggih Ummu Ghiyas Faris
Benar sekali, di sinilah sesungguhnya penting bagi kita untuk memahami ajaran agama dengan baik. Demikian pula ihwal poligami. Sekali lagi, terima kasih banyak ya. Sungguh sebuah tambahan ilmu yang sangat bermanfaat.
jadi apa hukumnya poligami yg didasarkan krn syahwat? apakah akan tercipta keluarga yg barokah, menggapai ridho Allah, sakinah mawaddah warrahmah, tenang tentram damai bahagia, bermanfaat drpd mudharat, sehat psikis, jauh dari aniaya thdp istri dan anak-anaknya?
Jika dasar menikah yang dipakai karena syahwat tentu keluarga yang tercipta akan jauh dari cita-cita sebagaimana yang Mbak Atik Nurdini sampaikan di atas. Sebab, jika ingin dapat mencapai keluarga yang penuh kebahagiaan dalam keberkahan dari Allah Ta’ala, tentu niat yang mendasarinya adalah untuk beribadah karena Allah Ta’ala.