Pada suatu siang yang panas, saya naik sepeda motor ke Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Ketika memasuki Jl. Sandiloto, saya langsung diberhentikan seorang polisi yang saat itu juga sedang memberhentikan sepeda motor lain yang dikendarai seorang laki-laki dan temannya.
Saya berhenti dan manut saja ketika polisi meminta STNK, meskipun dalam hati saya ngedumel. Ternyata, ada larangan memasuki Jl. Sandiloto dari arah timur pada pukul 00.00–18.00 WIB. Sungguh, saya baru tahu larangan itu. Selama ini, saya aman-aman saja memasuki jalan tersebut, karena kalau saya ke Pasar Beringharjo atau ke area sekitar Taman Budaya Yogyakarta biasanya pada malam hari atau habis isya.
Tidak banyak bicara polisi tersebut langsung mengajak saya dan orang yang satunya ke pos polisi terdekat. Saya yang memang mengaku bersalah, mengikuti polisi tersebut. Demikian juga dengan orang yang satunya.
Setelah sampai di pos polisi terdekat dan memarkir motor, ada yang aneh, polisi tersebut tidak langsung menuju pos untuk menilang kami. Dia malah –seperti kebingungan– mencari tempat dan akhirnya berdiri di balik mobil yang sedang diparkir tidak jauh dari pos polisi. Sementara dua orang polisi lainnya seperti cuek atas kehadiran kami dengan berdiri di tepi jalan. Saya yang langsung menuju pos polisi dan berdiri di pintu menjadi keheranan. “Yang jadi polisi ini saya atau situ, kok saya yang duluan ke pos polisi,” demikian batin saya.
Polisi yang menahan STNK kami dan sedang berdiri di balik mobil itu akhirnya memberi isyarat memanggil kami. Saya dan orang yang senasib tersebut pun mendekat. Setelah bertanya kepada saya tinggal di mana, polisi tersebut menyerahkan STNK kami dan berpesan untuk tidak mengulanginya lagi. Kami langsung pergi setelah mengucapkan terima kasih kepada polisi tersebut.
Sungguh, kami heran kok tidak ditilang? Lebih tepatnya, kami heran kok tidak perlu membayar denda atau “titip sidang” sebagaimana kalau ditangkap polisi karena sebuah kesalahan melanggar lalu lintas.
Lebih heran lagi, tidak jauh setelah kami “dilepaskan” begitu saja oleh polisi tersebut, kami diberhentikan lagi oleh seseorang. Orang tersebut mengaku sebagai provos Polda. Kami diminta untuk jujur apakah kami tadi dimintai uang atau tidak? Kami jawab bahwa kami tidak dimintai uang. Dan orang yang mengaku sebagai provos Polda tersebut berpesan agar kami tidak mau bila dimintai uang oleh polisi seperti itu.
Akhirnya, kami jadi tahu jawabnya mengapa kami tidak dimintai uang oleh polisi tersebut. Ternyata, ada provos yang mengawasi polisi tersebut. Hmm…, bagus deh.
mungkin polisi yang menilang udah tau keberadaan provost itu kali, sehingga gak ditilang dan gak juga minta duit.
iya, Ajo, kuat dugaan saya sang polisi sudah tahu kalo ada provos sedang mengawasinya, hehehe….
Sayangnya provos Polda ketahuan, jadi polisinya gak ketangkep hehe 😀
hehehe…. gerak-geraiknya sudah kebaca ya mas….
hoooo.. ternyata begitu..
tapi mungkin juga itu rezekinya kang azzet, jadinya ga ditilang,. heheh
jangan diulangi lagi yaa kang 😀
Iya, Mbak Amela, cukup sekali itu saya lewat jalan itu kalo siang, dah kapok…. hehehe….; makasih banyak telah singgah ya, Mbak Amela… 🙂
ah, ustadz bisa aja……..haha 🙂
hehehe…., Mbak Yisha, dah tobat deh saya lewat situ lagi….. 🙂
Ada ga ya Provost kyk gt di Surabaya? ❓
Mau dooooong…..
biar para polisi dapat bekerja dengan lebih baik lagi ya mbak ndutyke….
semoga ada ya mbak….
🙂 dapat pengalaman yang sama, cuma bedanya saya setelah 3x diminta uang “titip sidang” tidak saya kasih, saya langsung ditilang…. 🙂
hehehe…. pak pulisinya sudah ga sabar ya, Mas…. 🙂
seru juga ceritanya,
ceritanya lain kalau gak ada provost……asli 100% indonesia 😦
iya Mas Budi, 100% asli Endonesa wes….
[menyedihkan]
Wah di Garut juga perlu kayak gitu, provos jd satpamnya polis..
semoga provos dapat melaksanakan tugasnya dengan baik ya, Mas Roni Yusron…
polisi jaman sekarang banyak ulah pak ustadz …
itulah hal yang menyedihkan di negeri ini ya mas….
WAAAH BAGUS JUGA TUH..saling mengawasi jadinya.. 🙂
Iya, Mbak, bila yang begini bisa dipertahankan, syukur bisa ditingkatkan, tentu bagus jadinya. Makasih banyak telah singgah kemari ya, Mbak.
eh baru tau rupanya “takut” ama provos, sebuah keberuntungan uang tak jadi hilang “sia2”,
Iya, rupanya kalo ada provos, jadi takut dia, hehehe….
makasih banyak ya, Mas Arif, telah singgah kemari.