Beberapa hari yang lalu ketika mengisi sebuah pengajian tentang pentingnya shalat fardhu, ada seorang ibu yang bertanya tentang bagaimana caranya menerangkan kepada anaknya saat bertanya, “Bu, kok hari ini tidak shalat?” Sang ibu kebingungan harus menjawab apa kepada anak perempuannya yang masih TK sebab ia tidak shalat karena sedang haid.
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, tiba-tiba saya teringat dengan apa yang pernah disampaikan Ali bin Abi Thalib r.a, “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar pengetahuan mereka.” Demikian sebagaimana yang diriwayatkan Bukhari.
Maka, saya menyampaikan kepada sang ibu tersebut hendaknya menjawab pertanyaan anaknya sesuai dengan kadar pemahamannya sebagai anak kecil. Misalnya, “Anakku, setiap wanita yang sudah beusia sepuluh tahun, atau kadang ada yang mulai usia sembilan tahun, akan mengalami haid. Apa itu haid? Haid adalah bla bla bla, silakan diterangkan dengan kadar pemahaman anak yang bisa dibaca dari ekspresi wajahnya ketika diterangkan dan pengetahuannya selama ini ketika dalam sehari-hari berkomunikasi dengan keluarga.
Tidak hanya masalah haid. Tentu anak kita akan bertanya ihwal segala sesuatu yang belum diketahuinya. Tidak hanya menyampaikan dengan jelas dan mudah dipahami, orangtua juga perlu menunjukkannya dengan praktik bila sang anak bertanya tentang sesuatu yang perlu dicontohkan agar mudah dipahami. Sungguh, di sinilah penting bagi setiap orangtua untuk senantiasa belajar tentang cara mengajar dan melatih agar anak-anaknya mudah memahami apa yang kita sampaikan.
Menuliskan hal ini, saya juga teringat dengan sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Daud, dari Aisyah r.a. berkata, “Sesungguhnya perkataan Rasulullah Saw. cukup jelas dan mudah dimengerti oleh setiap pendengarnya.”
Nah, sebagai orangtua hendaknya kita bisa menjadi guru yang baik bagi anak-anak kita. Guru yang baik adalah yang bisa menyampaikan sesuatu yang rumit menjadi sederhana dan mudah dimengerti. Di sinilah sesungguhnya setiap orangtua juga perlu untuk terus-menerus belajar. Jangan pernah sekali-kali mempunyai pemahaman, “Ah, nanti biar diterangkan gurunya di sekolah.” Sungguh, setiap orangtua tentu mengharapkan menjadi pribadi yang menyenangkan bagi anak-anaknya. Maka, senantiasa belajar bagaimana cara mengajar dan melatih agar mudah dipahami adalah hal yang tidak boleh kita abaikan.
Artikel ini untuk menanggapi artikel BlogCamp berjudul Cara Mengajar dan Melatih Yang Membumi tanggal 14 Juni 2012.
Sahabat tercinta,
Saya telah membaca artikel anda dengan cermat.
Artikel anda segera didaftar.
Terima kasih atas partisipasi anda.
Salam hangat dari Surabaya.
Alhamdulillah…., terima kasih banyak ya, Pakde. Dan, salam hangat juga dari Jogja.
salam hangat dari nJombang 🙂
Iya, Cak, salam hangat juga. Makasih banyak ya….
intinya, buatlah anak itu paham dengan apa yang kita sampaikan. begitu kan pak ustadz? 🙂
Iya, Mbak Idah Ceris. Menyampaikan sesuatu, tapi kalau anak tidak paham kan tak berguna. Semoga kita bisa belajar ihwal ini ya, Mbak.
menyesuaikan dengan pemahaman yang bertanya…..iya dan sangat jelas…tinggal meramu yang bla bla bla tadi…..menjadi apa….disini dituntut kecerdasan dan kearifan dari orang tua, jangan sampai jawabannya nanti menyesatkan…..dan biasanya memory anak sangat kuat ketika rasa ingin tahunya menguat dan dia bertanya.
Benar sekali, Mas Arya, sesungguhnya hal ini membutuhkan kecerdasan dan kearifan dari setiap orangtua dalam menghadapi anak-anaknya. Terima kasih banyak ya, Mas.
Mengalami sekali pertanyaan2 seperti itu dari anak2. Tanda tanya besar mereka tentang Allah, tugas2 malaikat, proses lahirnya adik, bagaimana keluarnya ASI, dll… Untuk itu sebagai orang tua kita tidak boleh berhenti belajar. Terutama tentang isi Alqur’an. Sebab kalau kita menjawab berdasarkan ilmu yg ada di Alqur’an, jawabannya akan menjadi tidak diragukan.
Sepertinya saya harus sering2 mampir ke mari nih… buat menambah pengetahuan tentang Islam.
Semoga menang yaaa….
Orangtua yang dekat dengan anak-anaknya kemungkinan besar akan mengalami pertanyaan-pertanyaan sebagaimana tersebut. Di sinilah sesungguhnya orangtua ditantang untuk tak berhenti belajar ya, Bund. Dan, benar sekali, jawaban dari al-Qur’an tentu lebih mantap. Makasih banyak ya, Bund, telah singgah kemari.
setuju sekali pak ustad, bahwa menyampaikan sesuatu kepada orang lain harus sesuai dengan keadaan penerimanya. Bukan hanya antara orangtua dan anak tentunya ya pak, kepada masyarakat pun atau sahabatpun harus seprti itu.
Karena akan terasa sia-sia apa yang kita sampaikan bila tidak dapat dipahami oleh si penerima. Kita tidak mungkin menyampaikan kepada masyarakat awam dengan bahasa yg tinggi, penuh dg kata2 ilmiah. meskipun itu menurut kita keren, berwawasan tinggi, tapi ya percuma saja kalau yang diajak bicara tidak mengerti apa yang kita sampaikan. 😀
Selamat ngontes pak ustadz, semoga menang.. aamiin
Iya, Mas Mabruri, benar sekali. Tidak hanya orangtua kepada anak-anaknya, tapi kepada siapa saja yang kita berkomunikasi dengannya. Dengan komunikasi yang bisa saling dipahami, jadinya nyambung dan berhasillah apa yang dimaksudkan. Terima kasih banyak ya, Mas Mabruri.
Saya tertarik dengan pesan ini “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar pengetahuan mereka.”
FAKTANYA memang, kadang percakapan jadi mbulet karena pengetahuan yang tidak sinkron,.
Salam…
Yup! Bila tidak sinkron antara yang mengajak biacar dengan yang diajak bicara tentu percakapan jadi mbulet ya, Mas Gandi. Makasih ya, Mas, telah singgah kemari.
Jadi inget waktu saya kecil, Pak, kalau tanya aneh2 dijawabnya aneh2 juga. Tapi saya percaya aja…
Maturnuwun atas pemahaman ilmu yang diberikan
Iya, Mbak Anazkia, masa kecil memang masa untuk bertanya banyak hal, bahkan yang dirasa aneh, hehehe…. Sama-sama, makasih juga telah berkunjung ya, Mbak.
moga menang? 🙂
Terima kasih banyak ya, Mbak Yisha, atas doanya…. 🙂
sangat bermanfaat buat saya seorang ibu.. jujur kadang kesulitan mencari kata-katanya agar anak saya memahami nya, kalau ada abinya biasanya saya serahkan kepada abinya, tapi ga ada? 😦
Dengan demikian, kita dituntut untuk belajar lebih banyak lagi ya, Mbak. Semoga sukses deh mendidik dan mendampingi buah hati tercinta.
maaf ,, maksudnya bila ga ada ,,,,,
mungkin keakraban hubungan juga sangat membantu dalam komunikasi ya pak?
Iya, Mbak, bila ga ada maksudnya. Benar sekali, betapa keakraban hubungan itu penting sekali. Makasih banyak ya, Mbak.
Saya nyimak saja sob, soalnya lagi mondar-mandir antara dapur dan ruang dpan :D, Salam ukhuwah dari bekasi.
Ohya, silakan, Mas Muchopick, terima kasih banyak ya…. 🙂
Kalo gurunya sudah sangat memahami, biasanya bisa mengajarkan dg cara yg mudah dipahami ya Pak ustadz.
Nah, betul sekali itu, Mbak Orin, mestinya gurunya memahami dulu baru mengajarkan; demikian pula dengan orangtua. Maka, belajar dan belajar adalah keharusan. Makasih banyak ya, Mbak.
Benar juga ya pak, anak-anak memang ketika bertanya, diluar perkiraan kita, kadang pertanyaan mudah jawab nya yg sukar, jadi benar juga cukup menjawab sesuai dengan kemampuan sianak, trimakasih ya pak, jadi dapat tambahan ilmu, wassalam
Iya, Bu, demikianlah anak-anak yang memang sedang belajar dan ingin tahu segala sesuatu. Sama-sama, Bu, makasih pula telah singgah kemari nggih.
baru kemarin saya dapat sedikit pencerahan tentang parenting, ditambah lagi dengan ya ini sudah bertambah sedikit lagi dan semoga bisa bertambah lagi..
terima kasih ustadz sudah berbagi 🙂
Alhamdulillah…., sama-sama Mas Aulia, terima kasih pula telah singgah kemari.
iya sih Pak. Kadang orang tua suka gak sabaran dalam menghadapi pertanyaan anak, apalagi kalo jawabannya emang susah dijabarkan atau kita menganggap anak masih terlalu kecil untuk mengetahui ttg hal tsb. Padahal kan ya pintar2nya kita aja dalam pemilihan kata, sesederhana mungkin supaya anak bisa mendapatkan jawaban yg dia inginkan. Tapi jangan juga berbohong atau berkhayal seperti: “Adek bayi datangnya dari burung bangau yang mengirimkan bayi ke depan pintu rumah…..”
Benar sekali, Mbak, kesabaran dan kemampuan orangtua untuk memberikan jawaban yang sederhana dan mudah dipahami sangat penting agar sang anak memahami dari apa yang ditanyakannya. Hehe…., kalo jawabannya khayal gitu malah repot nantinya ya, Mbak 🙂
mungkin orang tua jg berharap bahwa suatu saat nanti, ketika anak mengetahui jawaban yg sesungguhnya (hasil dr pelajaran Biologi waktu SMP), mereka bs memaafkan kebohongan ‘burung bangau’ itu? hehehe ntahlah pak.