Banyak sekali kekerasan terjadi di negeri ini. Oleh karena isu yang belum tentu kebenarannya, dua kelompok warga bisa saling serang. Oleh SMS bernada provokatif yang beredar yang entah siapa pengirimnya, sekelompok orang yang tidak tahu permasalahannya bisa dihakimi massa. Kekerasan yang terjadi itu tidak hanya membawa korban harta dan benda, bahkan tak jarang jiwa pun melayang.
Begitu mudahkah di antara kita untuk melakukan kekerasan antara satu dengan yang lain? Di manakah hati nurani kita? Ke manakah rasa kasih dan sayang yang sesungguhnya fitrah bagi setiap manusia? Ataukah ini semua telah menjelma menjadi sebuah budaya, yakni budaya kekerasan? Sungguh, bila hal ini yang terjadi, betapa menyedihkan.
Peristiwa terakhir adalah betapa marak tawuran antar-pelajar. Hingga melayanglah nyawa sebagai korban. Sungguh, hal ini sangat memprihatinkan. Sebab, peristiwa kekerasan telah menyergap dunia pendidikan kita. Telah gagalkah para guru mendidik para muridnya? Telah gagalkah para orangtua menjadikan anak-anaknya shalih dan shalihah.
Mari kita renungkan bersama. Mari kita perbaiki kehidupan kita dan lingkungan kita. Mari kita hidup saling rukun dan damai. Bila hal ini yang terjadi, sungguh betapa membahagiakan.
klo utk tawuran pelajar sepertinya memang sdh ada dr taon 80-an…entah ap yg terbersit oleh pelajar utk tawuran….
smoga para guru dan orang tua khususnya utk tetap waspada dan memberikan nilai2 yg positif kepada anak2nya…
smoga Allah melunakan hati2 kita agar tdk mudah terprovokatif thd suasana yg sedang memanas…aamiin….
Iya, Mas, betapa kita perlu mengikis budaya kekerasan ini, baik pada anak-anak sekolah maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Hidup rukun, damai, dan saling memahami tentu lebih membahagiakan.
Akan mjd panjang kalau kita hanya saling menyalahkan. Buat ibu seperti saya, lbh baik melakukan langkah2 kongkrit utk merengkuh anak2. Berteman dgn anak2 dan teman2nya. Membelai anak2.
Qu’anfusakum wa’ahlikum naroo
Yup! Sepakat Bu. Langkah konkret itu sangat diperlukan. Mari terus saja bergerak membangun kehidupan damai dalam diri, keluarga, dan bermasyarakat.
Mereka berangkat ke sekolah membawa celurit karena berniat untuk tawuran sepulang sekolah. Koq bisa ya, Pak Ustadz? Entah bagaimana pola pikir mereka sebenarnya.
Btw, kartu Lebarannya udah nyampe, Pak Ustadz. Terima kasih, yaa…
Minal Aidin Wal Fa Idzin, Selamat Idul Fitri, Pak Ustadz….
Di sinilah sejujurnya harus diakui bahwa pendidikan telah gagal merangkul anak-anak itu dalam kasih sayang sebagaimana fitrahnya.
Ohya, syukur alhamdulillah bila sudah sampai. Mohon maaf juga ya, Mas, lahir dan batin.
assalamu ‘alaikum, ustadz,
Wa’alaikumusalam wr.wb., Mbak Yisha…
budaya kita yang ramah mulai sirna ya pak. Anak smp juga sudah berani tawuran. Mungkin ruang gerak untuk permainan fisik anak sekarang tidak bebas seperti kita dulu. Bagaimana permainan game, tontonan tv sekarang banyak menawarkan hal-hal kekerasan.
Iya, betapa miris ketika anak-anak SMP juga mulai tawuran. Semakin miris, tawurannya buka berkelahi seperti anak-anak zaman dahulu yang hanya tangan kosong, tapi kini memakai benda-benda yang jelas-jelas untuk membunuh. Maka, mari kita bergerak mulai dari lingkungan kita masing-masing untuk mempunyai kepedulian ihwal ini.
Budaya kita sedikitm demi sedikit sudah luntur oleh kebudayaan lain, dulu banyak orang yang masih mengagungkan unggah-unguh & sopan santun, kini sudah mulai jarang. Semoga generasi kita selalu mendapat bimbingan dari llah SWT. Amiin. 🙂
Bila dibanding dengan nilai kesopnan yang dahulu dipakai oleh para leluhur, hmm… betapa jauh ya. Maka, mari kita ikut berbuat dan peduli yang kita mulai dari keluarga dan lingkungan kita. Dan, benar sekali, semoga generasi kita selalu mendapat bimbingan dari Allah SWT. Aamiin.
Mau gimana dari dahulu udah pernah terjadi Tawuran antar pelajar.Tapi pihak sekolah akan menyelesaikannya secara cepat.Apanya yang cepat buktinya udah ada 2 korban yang baru ini dikabarkan tewas.
Pemerintah dimana pemerintah.
Memang dalam hal ini tidak bisa menyalahkan pihak sekolah atau pemerintah saja, keluarga juga punya peran penting. Tapi, jangan sampai hal ini menjadikan pihak sekolah dan pemerintah bisa lepas tanggung jawab. Bagaimana bisa menyelesaikan dengan baik bila seorang guru, misalnya, malah takut dan lebih memilih diam daripada nanti dicegat muridnya. Waduh, memang bukan soal berani-beranian, tapi seorang guru memang harus berani dekat dengan murid-muridnya.
Kita memang tak bisa berbuat banyak pak kalau sudah terjadi demikian. Yang terpenting adalah kita harus menanamkan pendidikan akhlak dan agama dari rumah sejak dini sebagai pondasi dasar bagi anak2 kita.
Iya, Mas, meski tak berbuat banyak, tapi ikhtiar tetap harus dilakukan agar anak-anak mempunyai akhlak yang telah diteladankan oleh Rasulullah yang agung Muhammad Saw.
Itulah yang saat ini sedang saya gelar sebagai kontes mas.
Selamat pagi sahabat.
Terima kasih atas artikelnya yang menarik dan inspiratif
Salam hangat dari Surabaya
Wah…, perlu diagendakan untuk ikut neh… Terima kasih banyak ya, Pakde, atas kunjungan dan informasinya yang penting dan asyik ini.
sejak saya SMA tawuran tuh sudah ada, tapi dem ayem menghilang ditempat saya begitu saja… alhamdulillah…
kenapa bisa seperti itu, entahlah mungkin anak2 sekarang ndak sesolid dulu, meskipun solidnya dulu kadang salah kaprah (disalurin sama tawuran).
Iya, Mas. Ada lagi bedanya kalo menurut pengamatan saya. Bila zaman dahulu, perkelahian pelajar kebanyakan terjadi dengan tangan kosong, tak jarang satu lawan satu; tapi sekarang membawa celurit, pisau, samurai, batang besi, gir yang disambung dengan tali atau ikat pinggang; alat-alat tersebut jelas-jelas dipakai untuk menyakiti, melukai, bahkan –disengaja atau tidak– bisa membunuh lawannya.