Menjadi seorang guru tidak selalu menghadapi murid-murid yang baik, penurut, anteng, atau tidak pernah iseng. Ada saja dari murid-murid yang justru sikapnya bisa memancing kemarahan gurunya. Maka, guru yang tidak bisa mengontrol emosinya dengan baik, dia terpancing untuk memarahi anak didiknya. Apalagi bila sebelum berangkat untuk mengajar ia sudah ada ketidaknyamanan atau masalah dari rumahnya, seorang guru bisa mememberikan hukuman yang bahkan melebihi dari perbuatan muridnya yang dianggap salah oleh guru tersebut.
Berbeda dengan seorang guru yang bisa mengontrol emosinya dengan baik. Jika ada di antara muridnya yang melakukan perbuatan yang melanggar dari aturan sekolah atau kepatutan yang sedang berlaku, ia mencoba untuk memahami mengapa anak tersebut melakukan perbuatan itu. Sang guru akan dengan lembut memanggil anak tersebut lantas menanyainya dengan baik-baik. Dalam banyak kasus, justru perhatian seorang guru yang bertanya dengan baik-baik kepada anak yang bermasalah menjadikan mereka berhenti dari perbuatan tidak baiknya.
Mengedepankan sikap yang lembut jauh lebih bermanfaat daripada memberikan reaksi spontan dan kemarahan kepada anak didik yang melakukan kesalahan. Anak-anak yang didekati dengan kemarahan biasanya akan sulit benar-benar berhenti dari perbuatan tidak baiknya. Jika memang berhenti, biasanya tidak berangkat dari kesadarannya, melainkan karena dimarahi oleh gurunya. Berbeda sekali dengan anak yang diajak berbicara baik-baik, ia merasakan ada perhatian dari gurunya. Padahal, sudah menjadi sifat dasar setiap manusia jika diperhatikan akan merasa senang hatinya. Di sinilah sesungguhnya menjadi penting bagi seorang guru untuk dapat mengontrol emosi dengan baik agar para muridnya merasa senang, sehingga proses belajar mengajar pun dapat berjalan dengan baik.
Salam Pendidikan Indonesia,
Akhmad Muhaimin Azzet
terus terang..kalo saya boleh bilang, tugas guru itu sgd berat pak. musti perfect luar dalam..itu yg ga sanggup. saya mah mundur deh klo disuruh jd guru beneran…ngajarin anak sendiri aja kdg ga sabar hehehe [maaf ya RaDiAL]
Begitu ya, Mi. Memang betul, tidak mudah untuk bisa menjadi guru. Oleh karena itu, mari kita dukung para guru, dengan cara mengingatkan bila apa yang dilakukannya menurut kita kurang tepat terhadap anak-anak kita. Dan, guru yang baik biasanya senang bila ada share dari para orangtua anak didik. [Mimi sedang salaman sama RaDiAL]
Jadi guru repot jg ya klo ga punya kesabaran..hehe. Saya dulu bercita2 jd seorang guru.
Iya, Mbak Melly Feyadin. Ini modal penting bagi seorang guru.
Akhirnya cita2 itu kesampaian ga ya, Mbak? Hehe….
Menegur kesalahan anak murid tidak di depan teman2nya adalah tindakan bijaksana. Sebab ditegur dan dimarahi sudah tidak nyaman bagi anak. Kalau hrs ditambah dgn rasa malu di depan teman2nya… kasian…
Benar sekali itu, Bu Niken. Sungguh hal ini perlu diperhatikan oleh para guru, juga para orangtua tentunya. Terima kasih telah singgah nggih, Bu.
Ternyata mendidik itu bukan hanya pintar saja ya Pak, tapi juga harus punya empati, simpati, dan toleransi terhadap murid. Kesabaran diperlukan, padahal guru juga punya masalah sendiri tapi nggak boleh terbawa emosi ketika mengajar…. ah, sulitnya jadi guru…
Iya, Mbak Junita Siregar, pintar saja tak cukup. Tapi, bagaimanapun terlihat berat tugas seorang guru, kalau dilakukan dengan senang hati, akan terasa ringan dan menyenangkan kok.
wah pak ahmad muhaimmin ini emank sosok guru yang patut diteladani dan dan seorang guru itu harus mempunyai sifat sabar agar anak didik yang didik tidak lagi di marahin setiap harinya
Mas Opick bisa saja. Mari kita saling mendoakan ya, Mas, agar kita dapat menjadi guru yang baik, bagi anak-anak, lingkungan, atau setidaknya bagi diri sendiri.
guru yg lembut, penuh perhatian dan tak mudah marah itu memang disukai murid. Saya pernah mempraktekannya kala jadi guru dulu 🙂
Benar sekali, Kang. Bila sudah disukai murid, maka lebih mudah bagi seorang guru untuk mendidiknya dengan baik.
Kalau emosi tidak terkontrol dan kemudian memukul murid hingga pingsan itu pasti akan menjadi masalah besar, seperti yang pernah terjadi di daerah bantul belum lama ini.
Iya, Mas, guru mestinya lebih bila dibanding orang biasanya dalam hal mengendalikan emosi, karena ia adalah seorang pendidik.