Guru yang dicintai oleh anak didik adalah guru yang tidak menjaga jarak dengan mereka. Tidak menjaga jarak yang dimaksudkan di sini adalah sengaja mendekatkan diri dengan anak didiknya untuk membangun keakraban. Sebab, tidak sedikit guru yang dengan alasan menjaga wibawa maka tidak mau dekat-dekat dengan anak didiknya. Atau, kalau dalam istilah sekarang, guru yang “jaim” (jaga image).
Meskipun tidak menjaga jarak adalah hal penting agar seorang guru dicintai murid-muridnya, bukan berarti seorang guru bergaul seakan tanpa batas dengan murid-muridnya. Misalnya, bergurau bersama dengan murid-murid sampai kelewat batas norma dan nilai yang berlaku, berdekatan secara fisik dengan anak didik yang berbeda jenis kelamin, atau saking dekatnya sehingga apa saja diceritakan kepada murid-murid, termasuk hal-hal yang semestinya adalah privasi.
Tidak menjaga jarak dengan anak didik bukan berarti seorang guru tidak profesional lagi dalam proses belajar mengajar. Dalam urusan yang satu ini, guru memang harus tetap tampil sebagai seorang yang mengelola proses belajar mengajar bersama murid-muridnya. Meskipun pengelola dalam proses belajar di kelas atau bahkan di luar kelas, seorang guru yang dicintai anak didiknya biasanya tetap bersahaja, tidak angkuh, atau merasa paling pintar sendiri. Ia mempunyai kepribadian yang terbuka, bisa menerima saran, atau bahkan kritik. Seorang guru yang demikian biasanya pula tidak pelit untuk mengucapkan mohon maaf dan terima kasih kepada anak didiknya.
Salam Pendidikan Indonesia,
Akhmad Muhaimin Azzet
Nice post
Teruskan dalam memberi artikel yang bermanfaat
Maju terus
Pantang mundur
Terima kasih banyak, Fakultas Hukum UII
Maju terus pantang mundur juga…
Setuju banget pak, dulu waktu di sekolah kbnykan murid suka sma guru yg dkt dg murid2, jadi proses bljr mengajar pun brjln lncar. beda dg guru killer yg gak mau tau, ank2 jdi sering bolos krna gak suka sma gurunya
Nah…, itu dia. Kedekatan guru dengan murid memang penting agar proses belajar mengajar dapat berhasil mencapai tujuan dalam pendidikan. Makasih banyak ya, Mbak.
Sama2 pak 😀
Guru jaim biasanya juga tak disukai anak-anak Pak. Menjaga wibawa tak harus dengan muka streng, galak atau menjaga jarak..Sebuah perangai yang tercerahkan, tahu alur dan patut, mencintai anak-anak sepenuh hati, wibawa mereka tumbuh dengan sendirinya..
Yup. Saya setuju sekali dengan pendapat Mbak Evi bahwa wibwa akan tumbuh dengan sendirinya dari sikap-sikap yang terbuka, hangat, menghargai, bijak, dan mengabdi sepenuh hati.
Seperti Halnya Rasulullah SAW yang begitu dekat dengan sahabat sahabatnya. 😀
Semangat selaluuuu 😀
Subhanallah…
Betapa Rasulullah Saw. dengan para sahabatnya, duh betapa dekatnya.
Semoga kita mencontohnya dalam membangun persaudaraan ini.
Makasih banyak ya, Mas Eko Wardoyo.
Guru yang dekat dengan murid akan membuat muridnya lebih semangat belajar, lain sama guru yang menjaga jarak.. muridnya nanti malu bertanya.. -_- saya sendiri sbg murid suka guru yang dekat dg murid 🙂
Iya, Mbak Nabils, sebagai murid akan senang karena belajar rasanya lebih nyaman, demikian pula dengan sang guru, akan lebih mudah menyampaikan sesuatu kepada muridnya. Makasih banyak ya… 🙂
Bapak memang guru yg patut diteladani
Salam pendidikan 🙂
Mohon doanya selalu, Kang Haris.
Salam juga pendidikan 🙂
sebenarnya bukan hanya masalah guru denagn muridnya.
tetapi semuanya.
tentang pemimpin dan anak buahnya juga harus tidak ada jarak..
Benar sekali, Mas Mohamad Rivai, bukan hanya masalah guru dengan murid, tapi juga orangtua dengan anak, pemimpin dengan anak buah, termasuk pejabat dan rakyat. Makasih ya…
Apalagi yang hidup berasrama sama anak didiknya pasti lebih terasa gimaaa gitu… 🙂
Sebuah hubungan dalam proses belajar mengajar yang tidak hanya dibatasi pada jam pelajaran di kelas formal ya, Mas MF-Abdullah.
Saya rasa dekat dengan murid dengan tidak menjaga jarak tak akan mengurangi kewibawaan dan kehormatan kita. Justru mereka akan bertambah sayang dan semakin dekat.
Benar sekali, Mas, saya sangat setuju karena kenyataan di lapangan memang membuktikan demikian.
jadi, ustadz bisa?
Mohon doanya ya, Mbak Yisha…
Kalau saya,saya yg menjauh dri guru”
Begitu ya, Mas Erit…
salah satu cara agar dekat dengan murid adalah menjabat tangan siswa di depan gerbang sekloh. ini akan melancarkan proses belajar mengajar, jiga anak melenceng kita tegur gak sakit hati krn jembatan hati sdh kita bangun.
Sebuah cara yang bagus, Mbak Mintarsih. Duh, jembatan hati yang sudah terbangun. Setuju banget saya dengan kalimat ini.
Assalaamu’alaikum wr.wb, mas Amazzet…
Lama sekali kita tidak bersilaturahmi, ternyata isian blognya semakin menginspirasikan. Semoga diberkati Allah swt. Mudahan kehadiran ini akan berlanjut lagi untuk berkongsi ilmu bermanfaat. Aamiin.
SELAMAT HARI IBU untuk semua anak-anak dan ibu-ibu di Indonesia yang meraikan HARI IBU pada hari ini. Sebagai menghargai ibu yang dicintai, saya menghadiahkan 2 AWARD HARI IBU untuk dijadikan kenangan dari Malaysia.
Silakan kutip award-award tersebut di sini:
http://webctfatimah.wordpress.com/2012/12/22/ct143-22-disember-2012-selamat-hari-ibu-untuk-sahabatku-ibu-ibu-di-indonesia/
Salam mesra dan sukses selalu dari Sarikei, Sarawak.
Wa’alaikumusalam wr.wb.
Iya, Mbak, sudah lama sekali rasanya tak sua dalam blog ini. Alhamdulillah…, Allah masih kasih kita kesempatan menjalin silaturahim. Makasih banyak ya, Mbak Fatimah atas kunjungan dan doanya.
Ohya, selamat hari Ibu juga. Semoga cinta kita kepada Ibu semakin meningkat. Da, terima kasih banyak atas ucapan dan awardnya. Seusai ini langsung meluncur ke lokasi.
Salam hangat dari Jogja.
sangat setuju paakkk…
semoga banyak guru2 di indonesia yang baca tulisan bapak.. 🙂
kunjung balik yee.. 🙂
Terima kasih banyak ya, Mas Maman. Semoga bermanfaat bagi kita bersama. Ohya, makasih juga atas undangannya… 🙂
Suka artikel ini Pak,,,, apalagi bagian “bukan berarti seorang guru bergaul seakan tanpa batas dengan murid-muridnya” guru: digugu dan ditiru,, baik ramahnya, baiknya, bijaknya, dan ilmunya…
Nice posting Pak,,,
Terima kasih banyak, Mbak Nita, semoga bermanfaat bagi kita bersama ya….