Seorang guru harus bisa menjalin ikatan batin yang kuat dengan anak didiknya. Sungguh ini penting agar seorang guru bisa berperan menjadi orangtua kedua bagi para murid supaya mereka merasa nyaman sekaligus menyenangkan belajar di sekolah. Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan oleh seorang guru:
a. Membangun Rasa Kasih dan Sayang
Rasa kasih dan sayang yang perlu dibangun adalah rasa kasih sayang sebagaimana orangtua kepada anaknya. Karena seorang guru bukanlah orangtua kandung bagi anak didiknya, sudah tentu ekspresi dan bentuknya berbeda dengan orangtua kandung mereka dalam memberikan rasa kasih dan sayang. Bahkan, beberapa pendapat mengatakan, memang harus berbeda terutama kaitannya dengan kedekatan secara fisik karena pertimbangan nilai dan etika yang semestinya berlaku. Namun, meskipun ekspresi dan bentuknya berbeda, rasa kasih dan sayang yang bersumber dari dalam hati tetaplah perlu dibangun dengan sebaik-baiknya oleh seorang guru yang ingin dicintai oleh anak didiknya.
Rasa kasih dan sayang yang dibangun oleh seorang guru akan membuatnya bersikap lembut kepada anak didiknya. Sungguh, pendidikan yang dilakukan dengan kelembutan hati akan sangat berkesan di hati anak didik. Di samping itu, anak didik pun akan dengan senang hati mengikuti proses belajar mengajar yang diampu oleh sang guru. Di sinilah sesungguhnya keberhasilan sebuah proses pendidikan diawali. Sebab, tidak ada faktor yang lebih penting dari rasa senang dan semangat yang menyala pada diri anak didik yang akan berhasil dalam belajar.
Setiap orangtua pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Untuk memberikan yang terbaik ini, orangtua bekerja dan berusaha dengan sekuat tenaga. Semua ini dilakukan agar anaknya terpenuhi kebutuhannya, baik jasmani maupun ruhani, agar anaknya tumbuh dan berkembang dalam asuhan yang menyenangkan, bahkan agar anaknya tidak menerima dan mengalami hal-hal buruk yang pernah diterima dan dialami oleh orangtuanya dahulu. Di sinilah kenapa orangtua dicintai dan dihormati dengan setulusnya oleh anak-anaknya.
Sebagai orangtua yang kedua bagi anak didik ketika berada di sekolah, seorang guru harus senantiasa membangun kesadarannya untuk bisa memberikan yang terbaik kepada anak didiknya. Memberikan yang terbaik kepada anak didik bagi seorang guru sudah tentu dalam hal pendidikan. Dalam hal ini, satu tugas pokok yang terpenting adalah seorang guru bisa mendidik anak didiknya dengan sebuah semangat sebagaimana mendidik anaknya sendiri.
Bila kita ingin menjadi guru yang berhasil dan dicintai oleh anak didik, sudah tentu sama sekali tidak dibenarkan jika berpendapat, “Yang penting saya telah mengajar dan mendidiknya dengan baik. Persoalan dia bisa atau tidak dalam menangkap materi yang saya berikan, atau besok akan jadi apa, itu sudah bukan urusan saya.” Pendapat yang seperti ini biasanya terlontar dari seorang guru yang tidak bisa menjadi orangtua kedua yang baik bagi anak didiknya. Guru yang demikian tidak bisa memberikan yang terbaik buat anak didiknya.
c. Mendampingi dengan Senang Hati
Salah satu kelebihan orangtua terhadap anak-anaknya adalah mendampingi dengan senang hati dalam proses tumbuh dan berkembangnya. Orangtua yang mencintai anak-anaknya tidak mungkin meninggalkan anaknya dalam kesendirian, apalagi dalam keadaan bahaya. Kepedulian orangtua dalam mendampingi anaknya merupakan fitrah yang sekaligus sebagai upaya memberikan perlindungan. Oleh karena itu, anak merasakan damai dan nyaman ketika berada di samping orangtuanya.
Meski bukan orangtua kandung, seorang guru dapat membangun kepedulian yang kuat dalam hatinya untuk bisa senantiasa mendampingi anak didiknya dengan senang hati. Sungguh, kesadaran untuk senantiasa senang dalam mendampingi anak didik ini tidak bisa datang dengan sendirinya atau secara tiba-tiba. Perlu dibangun dan dibina dengan sebuah simpati sekaligus empati terhadap anak didik. Sudah tentu, mendampingi anak didik ini terutama dalam masa-masa belajar di sekolah.
Tugas seorang guru memang mendampingi anak didiknya. Akan tetapi, satu hal yang perlu penulis tegaskan di sini adalah, “mendampingi dengan senang hati.” Sudah tentu, mendampingi dengan senang hati akan berbeda dengan sekadar mendampingi. Anak didik adalah makhluk Tuhan yang mempunyai jiwa, sama dengan kita, tentu akan bisa merasakan apabila ada orang lain—dalam hal ini yang dimaksud adalah guru—yang mendampingi dengan senang hati atau sekadar mendampingi. Di samping akan tampak dalam gestur seseorang juga akan terasa dalam memberikan kenyamanan atau tidak. Maka, seorang guru yang disenangi oleh anak didiknya adalah yang mendampingi mereka dengan senang hati.
Demikian artikel pendek ini semoga bermanfaat.
Salam Pendidikan Indonesia,
Akhmad Muhaimin Azzet
Kalau semua pendidik mencintai pekerjaannya dan ikhlas, kasih sayang itu akan tumbuh dengan sendirinya.
Apa kabar pak Azzet. Lama juga saya tak menyapa di sini. 🙂
Benar sekali, Bu Niken, saya sangat setuju itu. Makasih banyak yaaa….
Alhamdulillah…, kabar baik, Bu, iya neh lama tak sua via blog ini. Semoga kabar Bu Niken juga senantiasa baik. Aamiin…
terkadang malah rasa sayang terhadap murid itu hadir secara spontanitas,sudah satu paket,dan tanpa disuruh…kalau saya itu sih pak 😀
Senang dan sayang sama anak-anak didik saya itu hal yang indah dan menyenangkan bagi saya pak hehehe
sugeng enjing pak azzet 😀
Jika benar-benar seorang guru, memang begitu, Mbak Hanna HM Zwan, istilahnya sudah menyatu dalam dirinya, hehe… 🙂
Sugeng enjing juga, Mbak. Sudahkan sarapan pecel 🙂
Betul pak, peran guru memang spt orangtua, memberikan pendidikan kepada anak-anak didiknya, jadi bukan lagi sekedar mendidik krn dibayar, tapi mendidik dg hati dan niat ibadah..Semoga para guru mendapatkan balasan kebaikan dr Allah SWT
آمينَ.آمينَ.آمينَ… يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن
Saya sangat setuju sama, Mas Anton. Bila guru demikian maka ngejalaninya juga enak sekaligus membahagiakan. Semoga doa Mas Anton yang baik sekali itu dikabulkan Allah Ta’ala. Aamiin…
Orangtua kedua, tapi tak jarang orangtua yang malah menyerahkan semuanya kepada guru.
Dalam bahasa jawanya, “wong tua pasrah bongkokan marang guru”. Semoga semakin banyak orangtua yang semakin sadar akan tanggung jawabnya dalam mendidikan anak-anaknya ya, Mas Afan.
masih ada kan guru yang begini, ustadz?
Insya Allah masih ada, Mbak Yisha.
Wah, kalo guru seperti yang ada dipostingan ini Insya Allah pahalanya ngalir terus 🙂
Insya Allah demikian, Mbak Ika Koentjoro, betapa bahagianya. Allaahumma aamiin…
Andaikan ketiga hal ini sudah dilakukan oleh para guru, insyaAllah muridnya akan nurut dengan sendirinya ya Pak Azzet.
Iya, Mas Danirachmat, insya Allah akan demikian. Makasih banyak ya, Mas 🙂
Bijak sekali Pak Ustadz … Guru seperti halnya orang tua, sama sama berjasa untuk kesuksesan si murid di kemudian hari
🙂
Bila demikian adanya, semoga menjadi guru hal yang membahagiakan, Mbak Mila 🙂
Alangkah mulianya jika setiap guru menganggap anak didiknya adalah anaknya sendiri. Kalau perasaan seperti itu sudah melekat, karena tiap orang hanya mau memberi yg terbaik untuk anaknya, sekolah bisa jadi tempat yang menyamankan semua murid Pak Azzet. Tak sekedar nyaman, tapi nilai-nilai yg diambil dari sana akan terus terbawa sampai dewasa..
Dengan demikian, menjadi guru bukan sekadar pekerjaan, Mbak Evi, tapi panggilan jiwa sekaligus kebahagiaan mendampingi anak-anak dalam belajar.
Assalaamu’alaikum wr.wb, mas Amazzet…
Sungguh mulia tugas guru dan banyak jasanya kepada kita. Tanpa guru sebagai ibu bapa kedua, pasti sukar untuk kita berada di tempat kita sekarang ini. Siapapun mereka sesudah kejayaan kita, berdoalah untuk kesejahteraan mereka di dunia dan akhirat.
Hormati guru seperti kita mengharomati ibu bapa kita sendiri. Mudahan kita selalu mengingati mereka dalam hayat hidup atau matinya. Aamiin
Salam hormat dari Sarikei, Sarawak. 😀
Wa’alaikumusalam wr.wb., Mbak Fatimah.
Benar sekali. Sungguh, hal ini penting dipahami oleh setiap kita yang pernah menjadi murid agar senantiasa mendoakan guru-guru mulia kita. Sungguh, betapa penting hali ini. Para ulama pun mencontohkan demikian terhadap para gurunya.
Semoga kita bisa ya, Mbak.
Salam hangat dari Jogjakarta.
Berat sekali tugas guru. Jika tidak tahu mengenang jasa, tentu sekali kita ini anak murid derhaka. marilah berdoa untuk guru-guru kita semua. Aamiin.
Guru pula, jangan mengeluh kesah kerana ilmu yang dicurahkan, pasti mendapat pahala yang besar di dunia dan akhirat.
Benar sekali, Mbak Indah, saya sangat setuju itu. Semoga kita menjadi murid yang bisa mengamalkan segenap ilmu yang kita pelajari dari guru-guru kita. Dengan demikian, semoga pula pahalanya mengalir untuk mereka. Aamiin…
beratnya pendidik itu di situ yah pak, menjadi orangtua di sekolah.
Bila dilakukan dengan rasa bahagia dan tanggung jawab, semoga yang berat menjadi terasa ringan ya, Mas.
Andai saja semua guru begini ya Pak Ustadz..
Jika tidak semua, semoga sebagian besar ya, Mbak…
Iya, andai saja semua guru seperti Bapak, mungkin saya akan terkesan
Saya pun masih belajar kok, Sob, semoga bisa.
banyak guru sekarang cuma ingin menggugurkan kewajiban dan hanya sesuai tuntutan kerja.. sedih pak.. :’)
Bila yang terjadi seperti ini, tentu ini hal yang menyedihkan, Mas.
Assalaamu’alaikum wr.wb, mas Amazzet…
Hadir menyapa bertanya khabar. Lama sekali tidak updatenya mas. Pasti sibuk dengan dunia didik dan bukunya barangkali. Mudahan ada ilmu baru yang dapat dikongsikan di blog penuh inspirasi ini.
Salam ukhuwwah dari Sarikei, Sarawak. 😀
Wa’alaikumusalam wr.wb.
Alhamdulillaah…, kabar baik, Mbak. Iya neh… agak lama tidak ngeblog karena ada beberapa kerjaan di luar blog yang harus didahulukan. Makasih banyak ya, Mbak. Semoga sehat selalu.
Salam ukhuwah dari Jogjakarta 🙂
Reblogged this on MARJANI UNTUK PENDIDIKAN.
Terima kasih banyak ya… Semoga bermanfaat bagi kita bersama.