Seorang guru yang dicintai oleh anak didiknya adalah guru yang mempunyai kepribadian layak ditiru. Inilah kepribadian utama yang harus dimiliki oleh seorang guru. Menurut falsafah Jawa, kata guru berasal dari kalimat bisa “digugu” (dipercaya) dan “ditiru” (dicontoh). Jadi, orang yang menjadi guru adalah seseorang yang bisa dipercaya dan ditiru tingkah lakunya oleh anak didiknya.
Dua hal sebagaimana tersebut, yakni bisa dipercaya dan layak ditiru, adalah modal utama bagi siapa saja yang ingin berkepribadian unggul. Orang yang mempunyai kepribadian demikian akan mempunyai tempat yang istimewa di hati para sahabat dan koleganya. Lebih-lebih bagi seorang guru yang memang pekerjaannya adalah mendidik para siswa agar pandai di bidang ilmu pengetahuan dan mempunyai kepribadian yang luhur. Sudah tentu, tidak bisa tidak, ia harus bisa dipercaya dan bisa ditiru oleh anak didiknya. Bila tidak, maka alamat tujuan pendidikan dan pengajaran yang diampu oleh sang guru tersebut akan mengalami kegagalan.
Sebagai guru yang bertanggung jawab, tentu tidak ingin apa yang dilakukannya terkait dengan proses belajar mengajar mengalami kegagalan. Meskipun, kita juga tidak menutup mata, masih ada saja guru yang mempunyai kepribadian tidak bisa dipercaya dan tidak bisa untuk dijadikan contoh atau teladan tingkah lakunya. Meskipun demikian, masih banyak guru yang mencoba untuk terus memperbaiki diri. Bila seorang guru telah mampu menata diri dan menunjukkan bahwa ia layak dipercaya dan bisa dijadikan contoh bagi anak didiknya maka ia akan dicintai oleh anak didiknya, bahkan hingga anak didiknya telah lulus sekolah.
Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan oleh seorang guru agar mempunyai kepribadian yang layak ditiru dan dicintai oleh anak didinya:
Cara yang paling dominan dipakai oleh seorang guru dalam menyampaikan materi pelajaran dan segala hal terkait dengan pengajaran adalah mengunakan perkataan. Dengan perkataan yang dirangkai sedemikian rupa seorang guru menyampaikan banyak hal, baik itu berkaitan langsung dengan proses belajar mengajar maupun nilai-nilai pendidikan secara umum. Di sinilah perkataan mempunyai peranan yang cukup penting dalam menentukan apakah proses belajar mengajar yang dilakukan dapat berhasil atau tidak.
Apakah cukup dengan kata-kata? Sudah tentu tidak sedemikian sederhana, terutama terkait dengan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran dalam kehidupan. Misalnya, ada dua orang guru yang sama-sama menyampaikan satu materi tertentu di dalam kelas. Kedua guru tersebut sama-sama menyampaikan dengan cara yang menarik dan dengan perkataan yang penuh semangat. Namun, pengaruh dari perkataan dua orang tersebut berbeda bagi siswa. Guru pertama ditanggapinya biasa-biasa saja, bahkan setelah pelajaran berlangsung begitu mudah apa yang disampaikan oleh guru tersebut dilupakan oleh para siswa. Akan tetapi, berbeda dengan guru yang kedua. Para siswa tampak menaruh perhatian yang begitu besar. Dengan demikian, setelah pelajaran berlangsung ada kesan yang kuat dalam benak siswa.
Mengapa bisa terjadi perbedaan tanggapan, penerimaan, atau kesan pada para siswa terhadap perkataan yang disampaikan oleh gurunya? Hal ini sangat terkait erat dengan sesuainya perkataan dan perbuatan. Seorang guru yang hanya pandai berkata-kata, namun tak berbanding lurus dengan perbuatannya, sungguh akan sulit bisa menarik perhatian yang sebenarnya dari para siswanya. Bisa jadi apa yang disampaikan oleh sang guru didengarkan oleh anak didiknya, namun dalam hatinya mereka menganggap hanyalah omong kosong belaka. Bila hal ini yang terjadi, maka tujuan pendidikan pun akan sulit tercapai dengan baik.
Oleh karena itu, sangat penting bagi seorang guru untuk menjaga apa yang disampaikannya senantiasa sesuai dengan perbuatannya; atau sebaliknya, yakni menjaga perbuatannya agar senantiasa sesuai dengan perkataan yang disampaikannya kepada anak didiknya. Bila seorang guru telah mampu menyesuaikan antara kata dan perbuatan, tentu ia akan mempunyai kepribadian yang menimbulkan rasa percaya bagi anak didiknya. Bahkan, tidak hanya menimbulkan rasa percaya, melainkan kekaguman dalam diri anak didik. Inilah sesungguhnya yang membuat anak didik sangat terkesan dan mencintai gurunya. Bila sudah demikian, otomatis sangat terkait erat dengan keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
Demikianlah. Barangkali untuk postingan ini cukup sampai di sini dulu. Semoga di kesempatan mendatang dapat melanjutkan hal penting lain terkait dengan guru yang mesti mempunyai kepribadian yang layak ditiru.
Salam Pendidikan Indonesia,
Akhmad Muhaimin Azzet
Bener banget ustad
Inggih, Mbak Nunu, semoga setiap bisa menjadi guru, termasuk bagi anak-anak kita.
Anak saya, Farras, terlihat senang mendapatkan guru wali kelas yg sama ketika dia duduk di kelas 2 SD, skrg Farras duduk di kelas 3 SD. Saya perhatikan ternyata gurunya sangat sabar menghadapi Farras yang pecicilan 😀
Semoga dengan demikian Farras yang aktif (menurut saya bukan pecicilan, hehe) bisa belajar dengan baik ya, Mbak Susanti Dewi 🙂
Betul sekali Uztadh …
Peri laku guru …secara tidak sadar akan ditiru oleh anak-anak. Cara berpakaiannya … Caranya berbusana (untuk yang wanita) … dan sebagainya.
Menjadi guru memang tidak mudah. Tapi ini sungguh pekerjaan yang mulia
Salam saya uztadh
(6/8 : 1)
Dengan adanya kesadaran yang demikian dalam diri setiap guru semoga pendidikan di negeri ini merupakan tempat yang sangat menyenangkan bagi anak didik untuk tumbuh, berkembang, dan belajar ya, Om.
Salam dari Jogja.
Digugu ucapannya, ditiru perilakunya. Maka ada pepatah ‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’.
Minimal kita bisa menjadi guru yang baik untuk keluarga dan masyarakat kita.
Benar sekali, Mas Nuzulul Arifin, setidaknya kita bisa menjadi guru yang baik bagi diri sendiri, keluarga, dan syukur lingkungan tempat tinggal kita.
Assalaamu’alaikum wr.wb, mas Amazzet…
Guru yang cuba mengajar tanpa menimbulkan keinginan pelajarnya dalam pembelajaran tidak mampu menunjukkan ciri-ciri keberkesanan dalam perbuatannya.
Begitu juga guru yang tidak berusaha untuk mengangkat keinginan pelajar untuk menjadi cemerlang dalam kehidupan adalah bukan guru yang bisa digelar GURU SEBENAR GURU. karena guru itu digugu dan ditiru dalam apa juga aspek kehidupannya.
Sangat berkesan sekali tulisan mas di atas, saya rasa sangat terpanggil untuk menjadi guru yang lebih baik dari semalam. Semoga diganjari Allah SWT atas usaha penyadaran ini agar ada penambaikan dalam bakti keguruan.
Salam hormat dari Sarikei, Sarawak. 🙂
Wa’alaikumusalam wr.wb.
Alhamdulillaah…, makasih banyak atas kunjungannya ya, Mbak Fatimah. Tentu makasih pula atas tambahan pemikirannya tentang guru tersebut. Semoga kita senantiasa memperbaiki diri, termasuk meluruskan niat kita dalam menggeluti dunia pendidikan. Sebuah niat yang semoga lurus dengan ridha Allah Swt.
Salam ta’dzim dari Jogja 🙂
Guru bukan hanya sebagai pengajar tetapi juga pendidik ya Pak,
kalau mengajar semua mungkin bisa, tetapi menjadi pendidik tak semua guru mampu, semoga guru tetap di gugu dan di tiru.
Benar sekali, Mbak YSalma, dalam diri seorang guru menyatu antara kemampuan mengajar sekaligus mendidik. Semoga Pendidikan di negeri ini semakin baik ya, Mbak.
Iya bener bangeeet pak ustad, guru itu emang harusnya bisa jadi panutan ya untuk anak didiknya 😀
Perlu di share nih, biar para calon guru bisa jadi pribadi yang patut ditiru ya..
Iya, Mbak Ranii Novariany, bila seorang guru kok tidak bisa menjadi oanutan, sungguh ia bukanlah seorang guru 🙂
Makasih banyak ya, Mbak, semoga bermanfaat bagi kita bersama.
Semoga jasa guru-guru kita dibalas oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Amin.
Allaahumma aamiin….
Makasih banyak ya, Mas Muhammad Lutfi Hakim, atas kunjungannya.
Matur nuwun sanget Pak Ustad, ikutan ngangsu kawruh di sini. Ibu rumah tangga juga guru bagi putra putrinya, kesatuan kata ucap dan kata tindak jadi salah satu modal pembelajaran.
Selamat terus mendidik mutiara bangsa Pak A.M.A.
Salam pendidikan
Sami-sami, Mbak Prih, matur nuwun juga atas kunjungannya. Semoga kita bisa menjadi guru, setidaknya bagi diri sendiri, dan tentunya bagi anak-anak kita. Salam pendidikan juga.
Sangat sulit untuk menjadi sosok GURU. Maka pantas guru mendapat predikat pahlawan tanpa tanda jasa.
Salam Ta’dzim dari Garut
Meski tidak mudah, semoga bisa ya, Mas Yusron Fauzi. Kuncinya adalah karena Allah Swt. dan rasa senang di hati.
Salam ta’dzim juga dari Jogja.
Menjadi guru itu indah dan mulia.
Semoga sukses dan keberkahan terlimpahkan pada njenengan pak ustad.
Benar sekali, Mas Misbachudin. Terima kasih banyak atas doanya ya. Semoga demikian pula dengan panjenengan. Aamiin ya Kariim…