Sebenarnya, keyakinan terhadap Dzat Allah Swt. yang mutlak adanya telah bersemayam di dalam hati kita. Bahkan, semenjak kita kecil dulu ketika belajar mengaji. Atau, semenjak sadar bahwa kita telah mengucapkan kalimat syahadat. Namun, keyakinan kita barangkali kurang kuat, sehingga tingkah laku kita dalam keseharian sering tidak konsisten dengan keyakinan kita. Maka, kita sangat perlu untuk belajar kembali bahwa Dzat Allah Swt. adalah mutlak adanya. Termasuk dalam hal ini adalah meyakini Allah dengan nama-nama baik (asmaaul husna) yang melekat pada-Nya. Sebagaimana firman-Nya yang termaktub dalam al-Qur’an al-Karim berikut: Baca lebih lanjut
Category Archives: Semakin Mendekat
Belajar Kembali Meyakini bahwa Dzat Allah Swt. adalah Mutlak Adanya
Filed under Semakin Mendekat
Shalat Hajat
Shalat hajat adalah shalat sunnah yang dikerjakan karena mempunyai hajat agar dikabulkan oleh Allah Swt. Permohonan dengan shalat ini penting agar Allah Swt. memberikan kemudahan dalam meraih apa yang dihajatkannya, agar Allah menghilangkan kesulitan yang sedang dihadapi, sehingga apa yang menjadi hajatnya dikabulkan oleh Allah Swt.
Rasulullah Saw. bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يَتِمُّهُمَا أَعْطَاهُ اللهُ مَ سَأَلَ مُعَجَّلاً أَوْ مُؤَخَّرًا
“Barangsiapa yang berwudhu lalu menyempurnakan wudhunya kemudian dia shalat dua rakaat dengan sempurna maka apa yang dimintanya akan diberi oleh Allah, baik secara cepat maupun lambat.” (HR Ahmad)
Shalat hajat ini dikerjakan dengan dua rakaat pada saat seseorang sedang mempunyai hajat agar dikabulkan oleh Allah Swt. Menurut sebagian ulama, shalat hajat ini boleh dikerjakan sampai dengan dua belas rakaat dengan setiap dua rakaat melakukan salam. Sedangkan waktunya tidak ditentukan apakah siang atau malam. Akan tetapi, apabila dilakukan pada waktu malam, atau di sepertiga malam yang terakhir, hal ini lebih mudah seseorang untuk khusyuk di dalam shalatnya dan lebih berkesan dalam menghadap-Nya.
Allah Swt. berfirman:
إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (QS al-Muzzammil [73]: 6)
Setelah mengerjakan shalat hajat hendaknya tetap duduk dengan tenang menghadap ke kiblat. Sebelum mengangkat kedua tangan untuk berdoa atau mengungkapkan hajat kepada Allah hendaknya mengawali dahulu dengan membaca tahmid, tasbih, takbir, dan shalawat atas Nabi Saw.; atau mendahului dengan memperbanyak membaca istighfar dan shalawat atas Nabi Muhammad Saw. Setelah itu, baru berdoa kepada Allah Swt. dengan doa sebagai berikut:
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ الْحَلِيْمُ الْكَرِيْمُ, سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ, اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَ عَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ وَ الْغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَ السَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ, لاَ تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ , وَ لاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَجْتَهُ وَ لاَ حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضَاءً إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Lâ ilâha illallâhul halîmul karîm, subhânallâhi rabbil ‘arsyil ‘azhîm, alhamdulillâhi rabbil ‘âlamîn, as-aluka mûjibâti rahmatik, wa ‘azzâ-ima maghfiratik, wal ghanîmata min kulli birr, was salâmata min kulli itsm, lâ tada’ lî dzamban illâ ghafartah, wa lâ hamman illâ farrajtah, wa lâ hâjatan hiya laka ridhan illâ qadhaitahâ yâ arhamar râhimîn.
Artinya:
“Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah Yang Maha Penyantun lagi Maha Pemurah. Mahasuci Allah, Tuhan (pemelihara) ‘Arsy Yang Mahaagung, segala nikmat karunia hanyalah milik Allah, Penguasa alam semesta. Aku memohon kepada-Mu untuk mendapatkan kepastian rahmat-Mu, kepastian ampunan-Mu, keberhasilan untuk mendapatkan setiap kebaikan, dan keselamatan dari setiap dosa. Janganlah Engkau biarkan satu dosa pun pada diriku, melainkan Engkau mengampunkannya. Janganlah Engkau biarkan satu pun kesulitan, melainkan Engkau beri jalan keluar, dan tidak pula sesuatu hajat yang mendapatkan ridha-Mu melainkan Engkau kabulkan, ya Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.” (HR Tirmidzi)
Setelah berdoa dengan bacaan sebagaimana di atas, lantas mengungkapkan apa yang menjadi hajatnya kepada Allah Swt. dengan hati yang bersungguh-sungguh. Dalam mengungkapkan hajat bisa dilakukan dengan tetap mengangkat tangan berdoa kepada-Nya atau bisa pula dilakukan dengan bersujud. Dengan demikian, semoga Allah Swt. mengabulkan hajat yang disampaikan kepada-Nya. []
Filed under Semakin Mendekat
Shalat Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu dhuha, yakni matahari sudah naik kira-kira setinggi tombak sampai dengan menjelang waktu zhuhur. Apabila diukur dengan jam, kira-kira pukul tujuh pagi sampai dengan pukul sebelas siang. Shalat Dhuha dikerjakan dengan dua rakaat, empat rakaat, enam rakaat, delapan rakaat, atau dua belas rakaat.
Shalat Dhuha ini banyak sekali fadhilahnya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud disampaikan bahwa apabila shalat Dhuha dikerjakan dua rakaat dapat menjadi pengganti dari sedekah yang semestinya dikeluarkan dari 360 tulang yang dimiliki oleh manusia, apabila shalat dhuha dikerjakan empat rakaat pada awal siang maka Allah akan mencukupkan (rezeki) pada akhir siang. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi disampaikan bahwa barang siapa yang mengerjakan shalat Dhuha dengan langgeng maka akan diampuni dosanya oleh Allah, meskipun dosanya itu sebanyak buih di lautan. Dalam hadits yang lain juga disebutkan bahwa shalat Dhuha merupakan shalatnya orang-orang yang bertaubat kepada Allah Swt., dan masih banyak lagi fadhilah dari shalat Dhuha.
Pada rakaat pertama setelah membaca surat Al-Fâtihah hendaknya membaca surat Al-Syams sebagai berikut:
بسم الله الرحمن الرحيم
وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا (1) وَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا (2) وَالنَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا (3) وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا (4) وَالسَّمَاءِ وَمَا بَنَاهَا (5) وَالْأَرْضِ وَمَا طَحَاهَا (6) وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10) كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِطَغْوَاهَا (11) إِذِ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا (12) فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ نَاقَةَ اللَّهِ وَسُقْيَاهَا (13) فَكَذَّبُوهُ فَعَقَرُوهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ فَسَوَّاهَا (14) وَلَا يَخَافُ عُقْبَاهَا (15)
Bismillâhir-rahmânir-rahîm. Wasy-syamsi wadh-dhuhâhâ. Wal qamari idzâ talâhâ. Wan-nahâri idzâ jallahâ. Wal-laili idzâ yaghsyâhâ. Was-samâ-i wa mâ banâhâ. Wal-ardhi wa mâ thahâhâ. Wa nafsiw wa mâ sawwâhâ. Fa alhamahâ fujûrahâ wa taqwâhâ. Qad aflaha man zakkâhâ. Wa qad khâba man dassâhâ. Kadzdzabat tsamûdu bithaghwâhâ. Idzin(m) ba’atsa asyqâhâ. Fa qâla lahum rasûlullâhi nâqatallâhi wa suqyâhâ. Fakadzdzabûhu fa’aqarûhâ fadamdama ‘alaihim rabbuhum bidzan(m)bihim fasawwâhâ. Wa lâ yakhâfu ‘uqbâhâ.
Artinya:
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Kaum) Tsamud telah mendustakan (rasulnya) karena mereka melampaui batas, ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka, lalu Rasul Allah (Saleh) berkata kepada mereka: (“Biarkanlah) unta betina Allah dan minumannya.” Lalu mereka mendustakannya dan menyembelih unta itu, maka Tuhan mereka membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah menyamaratakan mereka (dengan tanah), dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan-Nya itu.”
Pada rakaat kedua setelah membaca surat Al-Fâtihah hendaknya membaca surat Al-Dhuhâ sebagai berikut:
بسم الله الرحمن الرحيم
وَالضُّحَى (1) وَاللَّيْلِ إِذَا سَجَى (2) مَا وَدَّعَكَ رَبُّكَ وَمَا قَلَى (3) وَلَلْآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى (4) وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى (5) أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا فَآوَى (6) وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى (7) وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَى (8) فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ (9) وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ (10) وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ (11)
Bismillâhir-rahmânir-rahîm. Wadh-dhuhâ. Wal-laili idzâ sajâ. Mâ wadda’aka rabbuka wa mâ qalâ. Walal-âkhiratu khairul-laka minal ûlâ. Walasaufa yu’thîka rabbuka fatardhâ. Alam yajidka yatîman fa-âwâ. Wawajadaka dhâllan fahadâ. Wawajadaka â-ilan fa-aghnâ. Fa ammal yatîma falâ taqhar. Wa ammas sâ-ila falâ tanhar. Wa ammâ bini’mati rabbika fahaddits.
Artinya:
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi malam apabila telah sunyi (gelap), Tuhanmu tiada meninggalkan kamu dan tiada (pula) benci kepadamu. Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan). Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan. Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.”
Apabila tidak membaca surat Al-Syams dan Al-Dhuhâ sebagaimana di atas, dapat pula pada rakaat pertama setelah surat Al-Fâtihah membaca surat Al-Kâfirûn dan pada rakaat kedua setelah surat Al-Fâtihah membaca surat Al-Ikhlash.
Selanjutnya, agar jalan rezeki kita diberi kemudahan oleh Allah Swt., maka setelah shalat Dhuha dapat berdoa sebagaimana doa berikut:
أَللهُمَّ إِنَّ الضُّحَاءَ ضُحَائُكَ, وَ الْبَهَاءَ بَهَاءُكَ, وَ الْجَمَالَ جَمَالُكَ, وَ الْقُوَّةَ قُوَّتُكَ, وَ الْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ, وَ الْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. أَللهُمَّ إِنْ كَانَ رِزْقِيْ فِي السَّمَاءِ فَأَنْزِلْهُ, وَ إِنْ كَانَ فِي اْلأَرْضِ فَأَخْرِجْهُ, وَ إِنْ كَانَ مُعْسِرًا فَيَسِّرْهُ, وَ إِنْ كَانَ حَرَامًا فَطَهِّرْهُ, وَ إِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ, بَحَقِّ ضُحَائِكَ وَ بَهَاءِكَ وَ جَمَالِكَ وَ قُوَّتِكَ وَ قُدْرَتِكَ آتِنِيْ مَا أَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ.
Allâhumma inna dhuhâ-a dhuhâ-uka, wal bahâ-a bahâ-uka, wal jamâla jamâluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrata qudratuka, wal ‘ishmata ‘ishmatuka. Allâhumma in kâna rizqî fis samâ-i fa anzilhu, wa in kâna fil ardhi fa akhrijhu, wa in kâna mu’siran fa yassirhu, wa in kâna haraman fa thahhirhu, wa in kâna ba’îdan fa qarribhu bi haqqi dhuhâ-ika wa jamâlika wa quwwatika wa qudratika âtinî mâ âtaita ‘ibâdakash shâlihîn.
Artinya:
“Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha itu waktu dhuha-Mu, kebagusan itu kebagusan-Mu, keindahan itu keindahan-Mu, kekuatan itu kekuatan-Mu, kekuasaan itu kekuasaan-Mu, dan perlindungan itu perlindungan-Mu. Ya Allah, jika rezeki hamba masih di langit maka turunkanlah, jika berada di dalam bumi maka keluarkanlah, jika sulit maka mudahkanlah, jika haram maka sucikanlah, jika jauh maka dekatkanlah, berkat waktu dhuha-Mu, kebagusan-Mu, keindahan-Mu, kekuatan-Mu, dan kekuasaan-Mu, limpahkanlah kepada hamba segala yang telah Engkau limpahkan kepada hamba-hamba-Mu yang shalih.”
Filed under Semakin Mendekat
Shalat Tahiyyatul Masjid
Apabila memasuki masjid, baik itu pada hari Jum’at atau bukan, pada waktu siang atau malam hari, kita disunnahkan untuk mengerjakan shalat tahiyyatul masjid sebanyak dua rakaat. Shalat ini dikerjakan untuk menghormati rabbul masjid, yakni Allah Swt. Shalat tahiyyatul masjid ini dikerjakan sebelum kita duduk di dalam masjid.
Dari Abi Qatadah, ia berkata, Rasulullah Saw. telah bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلاَ يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
“Apabila salah seorang di antara kamu masuk masjid, hendaklah ia tidak duduk sebelum melakukan shalat dua rakaat.” (HR Jamaah)
Sangat penting mengerjakan shalat tahiyyatul masjid ini, sehingga ada ulama yang berpendapat hukumnya makruh bila meninggalkan shalat ini apabila tanpa udzur. Oleh karena itu, bagi yang tidak bisa mengerjakan shalat ini ketika memasuki masjid, hendaknya membaca lafazh sebagai berikut:
سُبْحَانَ اللهِ وَ اَلْحَمْدُ للهِ وَ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ, و اَللهُ اَكْبَرُ, وَ لاَ حَوْلَ وَ لاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
Subhânallâhi walhamdulillâhi wa lâ ilâha illallâhu wa-llâhu akbar, wa lâ haula wa lâ quwwata illâ billâhil ‘aliyyil ‘azhîm.
Artinya:
“Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan hanya Allah, dan Allah Mahabesar. Dan tiada daya upaya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung.”
Bacaan sebagaimana tersebut dibaca sebanyak tiga kali; ada juga ulama yang berpendapat dibaca sebanyak empat kali. Bacaan tersebut merupakan pengganti dari shalat tahiyyatul masjid, sujud tilawah, dan sujud syukur. Namun, sekali lagi, bacaan tersebut merupakan pengganti, jadi apabila bisa mengerjakannya sudah barang tentu akan lebih baik.
Filed under Semakin Mendekat
Shalat Sunnah Sesudah Wudhu
Shalat sunnah sesudah wudhu besar sekali pahalanya. Berkaitan dengan hal ini, sebuah hadis dari Uqbah bin Amir menyatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
مَا مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ وَ يُصَلِّيْ رَكْعَتَيْنِ يُقْبِلُ بِقَلْبِهِ وَ وَجْهِهِ عَلَيْهِمَا إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةَ (رواه مسلم, أبو داود, النسائي, و ابن خزيمة)
“Seseorang yang berwudhu dan mengerjakan wudhunya dengan baik dan mengerjakan shalat dua rakaat dengan ikhlas dan tenang karena Allah niscaya ia akan mendapatkan surga.” (HR Muslim, Abu Daud, Nasa’i, dan Ibnu Khuzaimah)
مَا مِنْ أَحَدٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ وَ يُصَلِّيْ رَكْعَتَيْنِ يُقْبِلُ بِقَلْبِهِ وَ وَجْهِهِ عَلَيْهِمَا إِلاَّ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةَ (رواه مسلم, أبو داود, النسائي, و ابن خزيمة)
Filed under Semakin Mendekat
Shalat Tahajjud
Shalat Tahajjud merupakan shalat sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan oleh orang Islam. Betapa penting shalat Tahajjud ini sampai Allah Swt. menyampaikan secara khusus dalam firman-Nya sebagai berikut:
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
Dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (QS Al-Isrâ [17]: 79)
Shalat Tahajjud juga merupakan shalat yang paling utama sesudah shalat fardhu. Mengenai hal ini, dapat kita ketahui dari sebuah hadis Nabi Saw. sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ لَمَّا سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَيُّ الصَّلاَةِ أَفْضَلُ بَعْدَ الْمَكْتُوْبَةِ؟ قَالَ الصَّلاَةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ (رواه مسلم و غيره)
Dari Abu Hurairah, “Ketika Nabi Saw. ditanya oleh seseorang, ‘Shalat apakah yang lebih utama setelah shalat maktubah (fardhu yang lima)?’ Beliau menjawab, ‘Shalat pada waktu tengah malam.” (HR Muslim dan lainnya)
Shalat Tahajjud dikerjakan dengan dua rakaat sampai dengan sebatas kemampuan seseorang dalam mengerjakannya. Jadi, rakaat paling sedikit dalam mengerjakan shalat Tahajjud adalah dua rakaat sampai dengan tidak terbatas. Setelah melakukan shalat Tahajjud dengan dua rakaat dan salam maka seseorang bisa menambah dua rakaat lagi dan salam, demikian seterusnya.
Waktu untuk mengerjakan shalat Tahajjud adalah sesudah shalat Isya sampai dengan sebelum datangnya waktu Shubuh. Akan tetapi, waktu yang paling utama untuk mengerjakan shalat Tahajjud adalah sepertiga malam yang terakhir (apabila malam itu dibagi menjadi tiga bagian). Mengenai apakah shalat Tahajjud harus dikerjakan sesudah tidur dahulu atau tidak, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ada yang berpendapat tidak harus tidur terlebih dahulu dan ada yang mengharuskannya.
Apabila ditinjau dari segi namanya, tahajjud artinya bangkit, sehingga dinamakan tahajjud karena dikerjakan setelah bangkit atau bangun dari tidur. Lagi pula, apabila shalat Tahajjud dikerjakan setelah tidur terlebih dahulu maka orang yang melakukannya sudah mempunyai jiwa yang segar dan lebih mudah mencapai ketenangan batin karena telah istirahat atau tidur. Jadi, tidur ini penting meskipun hanya sebentar.
Bagi orang yang ingin mengerjakan shalat Tahajjud, supaya tidak terlalu berat, agar pada siangnya melakukan tidur qailulah, yakni tidur sebentar pada siang hari sebelum tergelincirnya matahari. Pada malam harinya, sesudah menunaikan shalat Isya, hendaknya tidak tidur terlalu malam, dan sebelum tidur hendaknya berniat bangun tidur untuk mengerjakan shalat Tahajjud. Penting sebelum tidur ini juga berdoa agar Allah Swt. membangunkannya pada waktu shalat Tahajjud yang sudah diniatkannya.
Setelah bangun di tengah malam, atau di sepertiga malam yang terakhir, segera berdoa bangun dari tidur dan mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah. Setelah itu, membangunkan istri, anak, atau teman apabila berada di pondok pesantren atau kost untuk diajak serta mengerjakan shalat Tahajjud.
Sebelum berwudhu hendaknya bersiwak atau menggosok gigi terlebih dahulu. Setelah itu, apabila waktu masih memungkinkan dan bila tidak tergesa mengerjakan shalat, keluar rumah barang sebentar untuk memandang langit sambil membaca surat Ali ‘Imran ayat 190 sampai dengan ayat 200 sebagai berikut:
أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ, بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191) رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ (192) رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ (193) رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ (194) فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ (195) لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلَادِ (196) مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمِهَادُ (197) لَكِنِ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا نُزُلًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِلْأَبْرَارِ (198) وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ لَا يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ (199) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (200)
A’ûdzu billâhi minasy-syaithânir-rajîm. Bismillâhir-raËmânir-raËîm. Inna fî khalqis samâwâti wal ardhi wakhtilâfil laili wan nahâri la-âyâtil li-ûlil albâb. Alladzîna yadzkurûnallâha qaiyâmaw wa qu’ûdaw wa ‘alâ junûbihim wa yatafakkarûna fî khalqis samâwâti wal ardhi rabbanâ mâ khalaqta hâdzâ bâthilan subËânaka faqinâ adzâban-nâr. Rabbanâ innaka man tudËilin nâra faqad akhzaitahû wamâ lizhzhâlimîna min anshâr. Rabbanâ innanâ sami’nâ munâdiyay yanâdî lil îmâni an âminû birabbikum fa-âmannâ, rabbanâ faghfir lanâ dzunûbanâ wa kaffir ‘annâ sayyi-âtinâ wa tafawwanâ ma’al abrâr. Rabbanâ wa âtinâ mâ wa ‘adattanâ ‘alâ rusulika wa lâ tukhzinâ yaumal qiyâmah, innaka lâ tukhliful mî’âd. Fastajâba lahum rabbuhum annî lâ udhî’u ‘amala ‘âmilin(m) minkum min dzakarin au untsâ, ba’dhukum min(m) ba’dh, fal-ladzîna hâjarû wa akhrijû min diyârihim wa audzû fî sabîlî wa qâtalû wa qutilû la-ukaffiranna ‘anhum sayyi’âtihim wa la-udkhilannahum jannâtin tajrî min taËtihâl anhâru tsawâban(m) min ‘indillâh, wallâhu ‘indahû Ëusnuts tsawâb. Lâ yaghurrannaka taqallubul ladzîna kafarû fil bilâd. Matâ’un qalîlun tsumma ma’wâhum jahannam, wa bi’sal mihâd. Lâkinil ladzînat taqaû rabbahum lahum jannâtun tajrî min taËtihal anhâru khâlidîna fîhâ nuzulan(m) min ‘indillâh, wa mâ ‘indallâhi khairul lil-abrâr. Wa inna min ahlil kitâbi lamay-yu’minu billâhi wa mâ unzila ilaikum wa mâ unzila ilaihim khâsyi’îna lillâhi lâ yasytarûna bi âyâtil-llâhi tsamanan qalîlâ, ulâ-ika lahum ajruhum ‘inda rabbihim, innallâha sarî’ul Ëisâb. Yâ-ayyuhal ladzîna âmanûsh-birû wa shâbirû wa râbithû wat-taqu-llâha la’allakum tufliËûn.
Artinya:
“Aku berlindung kepada Allah dari (godaan) setan yang terkutuk. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zhalim seorang penolong pun. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): ‘Berimanlah kamu kepada Tuhanmu,’ maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau, dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji.” Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah, dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.” Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak (kelancaran usaha mereka) di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya. Akan tetapi, orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya, bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya sebagai tempat tinggal (anugerah) dari sisi Allah, dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. Dan sesungguhnya di antara ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya, sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya. Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”
Setelah membaca surat Ali ‘Imran ayat 190 sampai dengan ayat 200 sebagaimana di atas, kemudian mengerjakan shalat Tahajjud yang diawali dahulu dengan dua rakaat yang ringan.
Pada waktu shalat Tahajjud lebih diutamakan untuk memanjangkan lama berdiri daripada rukun yang lain. Mengenai hal ini, dinilai oleh sebagian ulama, lebih utama daripada memperbanyak jumlah rakaat.
Setelah shalat Tahajjud selesai, hendaknya tidak langsung meninggalkan tempat, melainkan duduk dahulu untuk berdzikir kepada Allah Swt. Pada saat seperti ini sangat penting untuk memperbanyak mohon ampunan kepada Allah Swt., setelah itu menutupnya dengan berdoa kepada-Nya.
Al-Faqir ila Rahmatillah,
Akhmad Muhaimin Azzet
Filed under Semakin Mendekat
Shalat Sunnah Rawatib
Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang dikerjakan mengikuti shalat fardhu yang lima, baik dikerjakan sebelum maupun sesudahnya. Secara bahasa, rawatib sendiri artinya tetap atau teratur. Jadi, shalat rawatib ini termasuk shalat sunnah yang dikerjakan secara teratur oleh Rasulullah Saw.
Hukum mengerjakan shalat rawatib dibagi menjadi dua macam, yakni sunnah muakkad dan ghairu muakkad. Shalat sunnah muakkad adalah shalat sunnah yang kuat atau sangat dianjurkan; sedangkan shalat sunnah ghairu muakkad adalah shalat sunnah biasa atau kedudukannya lebih ringan daripada sunnah muakkad.
1. Shalat Sunnah Rawatib Muakkad
Berkaitan dengan shalat sunnah rawatib muakkad ini, ada sebuah hadis Nabi Saw. yang perlu untuk kita perhatikan, sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرْ قَالَ حَفِظْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الظُّهْرِ وَ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ وَ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَداَةِ (رواه البخاري و مسلم).
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata, “Saya ingat (hafal) dari Rasulullah Saw. dua rakaat sebelum zhuhur, dua rakaat sesudah zhuhur, dua rakaat sesudah maghrib, dua rakaat sesudah isya, dan dua rakaat sebelum subuh.” (HR Bukhari dan Muslim)
a. Shalat Sunnah Qabliah Zhuhur
Shalat sunnah qabliah zhuhur ini dikerjakan sebelum shalat zhuhur sebanyak dua rakaat. Sebelum shalat zhuhur yang dimaksudkan di sini adalah setelah tergelincirnya matahari dari pusatnya atau sesudah masuk waktu zhuhur dan sebelum mengerjakan shalat zhuhur.
Apabila ingin menambah, seseorang dapat mengerjakan shalat qabliah zhuhur dua rakaat lagi, akan tetapi hukum shalat yang dua rakaat setelahnya adalah ghairu muakad. Jadi, apabila dikerjakan keduanya, shalat qabliah zhuhur menjadi empat rakaat.
Mengenai hal ini, ada sebuah hadis dari Ummu Habibah yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
مَنْ حَافَظَ عَلَى أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَ أَرْبَعِ بَعْدَهَا حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى النَّارِ (رواه الترمذي).
“Barangsiapa yang menetapi dengan baik shalat empat rakaat sebelum shalat zhuhur dan empat rakaat sesudahnya maka Allah mengharamkannya dari api neraka.” (HR Tirmidzi)
b. Shalat Sunnah Ba’diah Zhuhur
Shalat sunnah ba’diah zhuhur dikerjakan sesudah menunaikan shalat zhuhur sebanyak dua rakaat. Apabila ingin menambah, bisa ditambah lagi dengan dua rakaat. Akan tetapi, sebagaimana shalat rawatib qabliah zhuhur, yang dua rakaat sesudahnya hukumnya ghairu muakkad. Sedangkan bagi orang yang mengerjakan shalat Jum’at, shalat sunnah ba’diah zhuhur ini bisa diganti shalat sunnah ba’diah Jum’at.
c. Shalat Sunnah Ba’diah Maghrib
Shalat sunnah ba’diah maghrib ini dikerjakan sebanyak dua rakaat sesudah mengerjakan shalat maghrib.
d. Shalat Sunnah Ba’diah Isya
Shalat sunnah ba’diah isya ini dikerjakan sesudah menunaikan shalat isya dengan dua rakaat. Bagi yang ingin menambah, shalat ba’diah isya ini dapat ditambah lagi dengan dua rakaat.
Berkaitan dengan hal ini, ada sebuah hadis dari Al-Barra’ bin Azib yang menyatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
مَنْ صَلَّى قَبْلَ الظُّهْرِ اَرْبَعًا كَانَ كَأَنَّمَا تَهَجَّدَ مِنْ لَيْلَتِهِ وَ مَنْ صَلاَّهُنَّ بَعْدَ الْعِشَاءِ كَانَ كَمِثْلِهِنَّ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْر.
“Barangsiapa yang shalat empat rakaat sebelum shalat zhuhur, dia seperti mengerjakan shalat tahajjud pada malam hari; dan barangsiapa yang shalat empat rakaat sesudah shalat isya, dia seperti mengerjakan shalat tahajjud pada malam lailatul qadar.” (HR Sa’id bin Manshur)
e. Shalat Sunnah Qabliah Subuh
Shalat sunnah qabliah subuh ini dikerjakan dengan dua rakaat sebelum shalat subuh. Sebelum shalat subuh yang dimaksudkan di sini adalah ketika sudah memasuki waktu subuh, namun belum mengerjakan shalat subuh.
Berkaitan dengan shalat sunnah qabliah subuh ini, ada sebuah hadis yang patut untuk kita perhatikan, yakni dari Aisyah berkata bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَ مَا فِيْهَا(رواه الترمذي, مسلم, والنسائي)
“Dua Rakaat shalat fajar (qabliah subuh) itu lebih baik daripada dunia dan segala isinya.” (HR Tirmidzi, Muslim, dan Nasa’i)
2. Shalat Sunnah Rawatib Ghairu Muakkad
Shalat sunnah rawatib yang hukumnya ghairu muakkad adalah sebagai berikut:
a. Shalat Sunnah Qabliah Zhuhur
Shalat sunnah qabliah zhuhur yang dimaksudkan di sini adalah shalat sunnah tambahan dari yang hukumnya muakkad. Sebagaimana yang telah dibahas di muka shalat ini juga dikerjakan dengan dua rakaat.
b. Shalat Sunnah Ba’diah Zhuhur
Shalat sunnah ba’diah zhuhur yang dimaksudkan di sini juga sama penjelasannya dengan shalat qabliah zhuhur sebagaimana di atas. Jadi, shalat ini juga merupakan shalat tambahan selain yang hukumnya muakkad dengan dua rakaat.
c. Shalat Sunnah Qabliah Asar
Shalat sunnah qabliah asar ini dikerjakan dengan dua rakaat atau boleh juga dengan empat rakaat. Berkaitan dengan hal ini, marilah kita perhatikan sebuah hadis sebagai berikut:
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ الله ُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهَ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي قَبْلَ الْعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ (رواه أبو داود)
Dari Ali r.a.: “Sesungguhnya Nabi Saw. biasa shalat sebelum shalat asar dua rakaat.” (HR Abu Daud)
Sedangkan bagi yang menginginkan shalat qabliah asar dengan empat rakaat, landasannya adalah sebuah hadis dari Ibnu Umar yang menyatakan bahwa Nabi Saw. telah bersabda sebagai berikut:
رَحِمَ اللهُ امْرَأً صَلَّى قَبْلَ الْعَصْرِ أَرْبَعًا (رواه أحمد و أبو داود و الترمذي)
“Semoga Allah memberikan rahmat kepada orang yang mengerjakan shalat empat rakaat sebelum shalat asar.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi)
d. Shalat Sunnah Qabliah Maghrib
Shalat sunnah qabliah maghrib ini dikerjakan dengan dua rakaat bagi siapa saja yang mau mengerjakannya. Dalam sebuah riwayat yang disampaikan oleh Bukhari dan Abu Daud disampaikan bahwa Nabi Saw. memang tidak mengerjakannya. Hal ini dilakukan Nabi Saw. karena beliau khawatir akan menjadi kebiasaan bagi umat Islam. Namun, sekali lagi, apabila ada yang ingin mengerjakannya maka dipersilakan, sebagaimana sabda beliau Saw. sebagai berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ الْمُزَنِيْ قَالَ: قَالَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ صَلُّواْ قَبْلَ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ, صَلُّواْ قَبْلَ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ, صَلُّواْ قَبْلَ الْمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنِ, لِمَنْ شَاءَ خَشْيَةَ أَنْ يَتَّخِذَهَا النَّاسُ سُنَّةً (رواه الْبخاري و أبو داود)
Dari Abdullah Al-Muzani, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda, “Shalatlah kalian dua rakaat sebelum maghrib, shalatlah kalian dua rakaat sebelum maghrib, shalatlah kalian dua rakaat sebelum maghrib, bagi siapa saja yang menghendaki,’ (akan tetapi beliau tidak mengerjakannya) karena khawatir dijadikan kebiasaan oleh manusia.” (HR Bukhari dan Abu Daud)
e. Shalat Sunnah Qabliah Isya
Shalat sunnah qabliah isya ini dikerjakan dengan dua rakaat sebelum mengerjakan shalat isya. Namun, apabila ingin menambah, diperbolehkan mengerjakan empat rakaat, bahkan sampai enam rakaat. Hal ini bersandar pada sebuah hadis yang disampaikan oleh Aisyah r.a. yang berkata sebagai berikut:
مَا صَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهَ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ الْعِشَاءَ قَطُّ فَدَخَلَ عَلَيَّ إِلاَّ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ أَوْ سِتَّ رَكَعَاتٍ (رواه أحمد و أبو داود)
“Rasulullah Saw. tidak pernah sekali pun melakukan shalat isya, melainkan beliau masuk ke rumahku lebih dahulu melakukan shalat empat rakaat atau enam rakaat sebelumnya.” (HR Ahmad dan Abu Daud)
Berkaitan dengan shalat sunnah rawatib ini, ada dua hal yang perlu menjadi catatan bahwa shalat sunnah rawatib tidak disunnahkan dikerjakan dengan berjamaah. Penting juga memahami bahwa tidak ada shalat ba’diah asar dan ba’diah subuh, bahkan apabila melakukannya malah berhukum haram.
Semoga kita semakin dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt. dengan shalat sunnah rawatib.
Al-Faqîr ilâ rahmatillâh,
Akhmad Muhaimin Azzet
Filed under Semakin Mendekat
Waktu yang Dilarang untuk Shalat
Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada shalat (sunnah) setelah shalat Shubuh hingga matahari terbit dan tidak ada shalat setelah shalat Ashar hingga matahari terbenam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Amru bin Abasah r.a. diriwayatkan bahwa ia pernah berkata kepada Nabi Saw., “Beritahukanlah kepadaku sesuatu tentang shalat.” Beliau Saw. bersabda, “Lakukanlah shalat Shubuh, kemudian berhentilah melakukan shalat lain, hingga terbit matahari, hingga matahari meninggi. Sesungguhnya matahari itu terbit di antara sepasang tanduk setan. Waktu itulah orang-orang musyrik bersujud kepadanya. Kemudian shalatlah karena shalat pada saat itu disaksikan oleh para malaikat hingga bayang-bayang tembok tegak. Kemudian berhentilah melakukan shalat lain, karena kala itu neraka Jahannam dinyalakan. Apabila matahari sudah tergelincir, shalatlah hingga datang waktu Ashar. Kemudian berhentilah melakukan shalat hingga matahari tenggelam. Karena matahari tenggelam di antara sepasang tanduk setan, dan ketika itulah orang-orang musyrik bersujud kepadanya.” (HR. Muslim).
Dari ‘Uqbah bin Amir berkata, “Tiga waktu dimana Rasulullah Saw. melarang kami melakukan shalat dan menguburkan mayit, yaitu: ketika matahari terbit hingga meninggi, ketika tengah hari hingga matahari condong ke barat, dan ketika matahari hampir terbenam.” (HR. Muslim).
Berdasarkan tiga hadits tersebut, ada lima waktu yang kita dilarang untuk melakukan shalat (sunnah) di dalamnya, yakni sebagai berikut:
1. Sesudah shalat Shubuh sampai terbitnya matahari.
2. Pada saat matahari terbit sampai sempurna naiknya atau kira-kira setinggi tombak.
3. Ketika matahari berada di pusatnya (tengah hari) sampai tergelincir atau condong sedikit ke barat.
4. Sesudah shalat Ashar sampai terbenamnya matahari.
5. Pada saat matahari hampir terbenam sampai sempurna terbenamnya.
Akan tetapi, pada waktu yang dilarang untuk mengerjakan shalat tersebut seseorang diperbolehkan untuk shalat apabila mempunyai sebab tertentu. Misalnya, shalat gerhana matahari, shalat sunnah di hari Jum’at sebelum khatib naik mimbar, atau sedang berada di Masjidil Haram.
Al-Faqîr ilâ rahmatillâh,
Akhmad Muhaimin Azzet
Filed under Semakin Mendekat
Memahami Shalat Sunnah
Shalat sunnah adalah ibadah shalat yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. di luar shalat yang hukumnya fardhu atau wajib. Sebagaimana shalat fardhu, shalat sunnah juga dikerjakan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. Di samping itu, shalat sunnah ada yang dikerjakan untuk menyempurnakan shalat fardhu, bertaubat kepada Allah Swt., agar hajatnya dikabulkan, agar diberi hujan setelah kemarau yang sangat panjang, agar diberi petnjuk dan kemantapan hati karena kebingungan memilih sesuatu, untuk menyucikan Allah Swt., atau karena ada suatu peristiwa tertentu.
Shalat sunnah pada umumnya dikerjakan dua rakaat. Apabila lebih dari dua rakaat, pada umumnya juga dikerjakan dengan dua rakaat salam lantas dilanjutkan lagi dengan dua rakaat salam. Sedangkan cara mengerjakan shalat sunnah juga tidak berbeda dengan cara mengerjakan shalat fardhu. Sudah barang tentu, yang membedakan adalah niatnya, dan untuk beberapa shalat sunnah tertentu ditambah dengan bacaan yang tertentu pula.
Al-Faqîr ilâ rahmatillâh,
Akhmad Muhaimin Azzet
Filed under Semakin Mendekat