Tumpukan Batu

aku mencari serpihan manusiaku yang hilang
di antara tumpukan batu, betapa telah pecah
oleh panas matahari dan kota yang kian renta

pohon rindang tidak lagi tumbuh di tubuhku
apalagi hamparan rumput yang menghijau
dari ujung kaki hingga kepala hanyalah batu

lalu di manakah manusiaku, hilang ke mana
yang pernah lahir oleh kasih seorang ibu
kubongkar-bongkar, melulu tumpukan batu

Bumidamai, Yogyakarta.

25 Komentar

Filed under Jiwa Merindu

25 responses to “Tumpukan Batu

  1. wah filosofis banget..dalem maknanya..tapi aku masih susah mencerna maknanya… nice puisi

  2. lho, kok puisi2nya masuk di blog ini pak ustadz,, 😀

    • terobosan baru dari pa’Ustadz…di 2012 rupanya 😀

    • Iya, Mas Mabruri, terkadang puisi memang sengaja saya masukkan ke blog ini, terutama masuk dalam “Filed under: Jiwa Merindu”

      @Mas Budi: sebenarnya bukan terobosan baru kok Mas, tapi memang sengaja untuk beberapa puisi saya masukkan ke blog ini, ya… sebagai selingan, terutama yang masuk dalam “Filed under: Jiwa Merindu”

  3. Evi

    Saya suka pada puisinya. Bagus Pak. Aku kira tadinya “aku” itu adalah bumi. Hehehe..maklum terlalu banyak menggunakan otak kiri

  4. batu-batu itu berdo’a minta hujan supaya lumut menyelimuti dan menghijaukan lagi batu-batu itu shingga menampakkan hidupnya manusia….[]

  5. putracisc

    kata-kata yg penuh makna pak ustadz.
    🙂

  6. Batu itu akan melunak dengan istigfar dan tasbih ya Pak.

  7. puisinya keren pak.. saya paham maksudnya, tapi susah untuk mengungkapkannya kembali.. hehe 😀

  8. Ely Meyer

    rangkaian kata katanya indah dan bermakna pak 🙂

  9. penuh makna pasti, tapi saya masih samar2 apa sebenarnya yg coba Pak ustadz gambarkan lewat puisi tsb 🙂

    • Begitu ya, Mbak Mila. Tapi, kalo boleh saya menyampaikan, sesungguhnya saya ingin menuliskan bahwa betapa tidak sedikit dari kita telah kehilangan kemanusiaan kita yang penuh kasih sayang, punya nurani, dan mengenal ketuhanan; kemanusiaan telah mengeras, menjadi batu yang tak punya nurani. Mari kita temukan kembali kemanusiaan kita.

  10. batu, agar bisa jadi sesuatu yg berguna harus dipecahkan, dilumatkan, dicetak…
    dan akhirnya jadi cetakan; pisau yang tajam, cobek untuk mengulek bumbu, untuk beton peyangga bangunan…
    (komentarku sepertinya nggak nyambung, ya, Ustadz) :mrgreen:

  11. semoga kita bisa menggantikan tumpukan batu di hati dengan pohon yang rindang ya pak.. 🙂

  12. rumah kopi

    mencari manusia diantara tumpukan hati yang membatu 😀

    katanya zaman sekarang kita susah untuk mencari “manusia”………

Tinggalkan Balasan ke Akhmad Muhaimin Azzet Batalkan balasan