Ada sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah lama mengganggu dalam benak saya. Pertanyaan itu begini, “Bagaimana ya perasaan atau hatinya orang yang melakukan korupsi pada hari-hari setelah ia melakukan perbuatan tersebut, apakah gelisah, bingung, tidak tenang, atau justru bahagia dan bisa menikmati hasil perbuatannya?”
Pertanyaan tersebut berawal dari sebuah kenyataan bahwa setiap orang pasti punya hati nurani. Katanya, hati nurani ini akan merasa gelisah apabila empunya melakukan tindak kesalahan.
Pertanyaan lagi, ketika seorang suami melakukan korupsi, apakah istrinya mengetahui atau tidak ya? Bila mengetahui, bagaimana perasaannya ketika diberi nafkah oleh suami dari hasil yang jelas-jelas tidak halal? Merasa senang dan menikmati atau justru merasa dinodai kehormatan keluarganya?
Saya juga ingin tahu bagaimana perasaannya terhadap Tuhan? Sebab, katanya bagaimanapun seseorang di dalam hatinya ada perasaan terhadap Tuhan. Apakah merasa bersalah atau biasa-biasa saja?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengganggu saya untuk mengetahui jawabnya karena saya juga tahu bahwa tidak sedikit orang yang TAKUT SEKALI apabila rezeki yang diterimanya tercampur dengan yang tidak halal. Bahkan, ada orang yang walau sebesar seratus rupiah saja jika tidak jelas-jelas halal maka ia tidak mau menerimanya. Bagaimana kalau menurut sahabat-sahabat sekalian?
berhubung mereka udah gak punya hati nurani jadi yaaaa gitu deh
kok saya yakin mereka gak punya hati nurani?
ya iyalh, klo masih punya pun, pasti gak akan korupsi.
Berarti kasihan ya, Mbak, sesungguhnya orang yang melakukan korupsi itu. Semoga kita bersama keluarga terhindar tindak yang demikian.
takutt….
takut pertanggungan jawab d hadapan Allah….
Benar sekali, Mas, mempunyai rasa takut dalam mempertanggungjawabkan segala apa yang kita lakukan itu sungguh penting sekali.
Tergantung dari sifat yang dimiliki orang itu. biasanya koruptor itu orangnya egois dan keras hati. pastilah dia akan memikirkan dirinya sendiri. dan ketika dia memiliki harta yang melimpah dia akan sumbringah dan lupa pada tuhan. penyesalan dan gelisah juga was-was akan ada di akhir; di jeruji besi atau di akherat.
Begitu ya, Mbak Zaujah Muthiah. Semoga kita terhindar dari tindak korupsi ya, Mbak. Makasih banyak telah singgah kemari.
Saya rasa mereka tahu bahwa perbuatannya salah. Tapi diliputi nafsulah seolah korupsi adalah hal yang wajar..
Jadi, betapa nafsu itu mencengkeram hidupnya ya, Mas Guru. Semoga kita bersama keluarga jauh dari hal yang demikian.
Pasti sangatlah gelisah Pak Azzet.
Nurani bisa tiba-tiba berbicara tanpa konrol diri.
entah kapan pasti ketahuan 🙂
Bila tidak ketahuan di dunia, ya pasti ketahuan di akhirat ya, Mas.
saya ga tau deh kang.. ngebayanginnya aja dah serem..
kasian kalau mereka terus dihantui perasaan bersalah
lebih kasian lagi kalau hati mereka dah terlanjur membatu hingga ga ngerasain apa2 pas korupsi
Benar sekali, Mbak, lebih kasihan kalau sudah bersalah, tapi merasa tidak pernah bersalah. Ngeri sekali ini. Na’udzu billahi min dzalik.
Maaf kata pak, terkadang seorang suami “korupsi” maupun korupsi dikarenakan pengaruh dari istrinya…. malah peran si istri lebih besar dari suaminya ini nyata lho pak, duo macan itu jadinya hehehe. Namun saya yakin nuraninya mereka sadar bersalah
Jadi, ada juga ya istri yang mendukung suami melakukan korupsi. Semoga kita terhindar dari hal yang demikian.
sepertinya orang2 yg suka korupsi ini memang tak punya hati nurani lagi,
kalau memang ada, tentunya mereka takkan pernah melakukan korupsi.
kalau melihat tayangan di media massa, mereka ini sepertinya malah bangga, mendadak jadi selebriti yg melambai2kan tangan di depan media sambil tersenyum, nauzubillah…
salam
Hal yang paling memprihatinkan justru bila melakukan sebuah kesalahan malah ada kebanggaan. Sudah sedemikiankah? Semoga kita bersama keluarga terhindar dari hal yang demikian ya, Bund.
kayaknya kalo udah terbiasa ngga gelisah lagio Pak. Mungkin pengalaman pertama iya bikin ngga tenang, tapi setelah berlalu lama dan g ktahuan jd ketagihan pgn lagi. Naudzubillah…
Jadi gelisah yang ada dalam hati nurani itu hanya awalnya saja ya, ketika tidak dihiraukan maka yang menguasai dirinya adalah hawa nafsunya. Semoga kita terhindar dari yang demikian ya, Mbak Rahmi Aziza.
pada saat korupsi mungkin hati nuraninya memang mati
jadi ya biasa aja 😀
Bila ini yang terjadi, sungguh mengerikan ya, Kang.
Mungkin mereka sudah terlena dengan harta, sehingga tak memperdulikan apa kata hati nurani. Semoga kita dijauhkan dari perbuatan tersebut amin
Berarti harta bisa melenakan manusia ya. Hati nuraninya bisa tertutup, dan melupakan kebahagiaan yang sesungguhnya.
Sama dengan beberapa komen sebelumnya Pak, menurut saya hati nurani mereka sudah mati. Sudah menganggap uang hasil korupsi sebagai bagian dari kerja keras mereka.
Naudzubikamindzalik..
Waduh, uang hasil korupsi adalah bagian dari kerja keras. Berabe bener ya, Mas. Semoga kita terhindar dari hal yang demikian.
barangkali korupsii itu sifatnya samar-samar pak, maksud saya saat seorang sudah divonis tersangka mereka cenderung ngotot sekali berkilah bahwa mereka tidak melakukan tindakan korup, merela tidak tahu, mereka merasa dijebak, dll. berarti ada yang salah, mungkin mereka yang korup ini masih punya hati nurani kalo benar nyata mereka memang dijebak, yang jadi persoalan apa mereka tidak menggunakan logika (otak) untuk membedakan mana korup dan mana yang tidak. niat hati berbuat baik untuk rakyat malah disangka korup menzholimi rakyat..
Dalam kasus tertentu, memang ada orang yang baik, yang oleh karena sistem atau lingkungan yang buruk, ia terjebak dalam kubang korupsi. Padahal, sama-sama sekali ia tak menginginkannya. Semoga di pengadilan hal ini dapat dibuktikan. Bila tidak, di pengadilan di akhirat tentu akan menemukan pengadilan yang sebenarnya.
Pertanyaan diatas sepertinya pernah tayang di socmed juga ya, pak. 🙂
Pertanyaan2 yang sangat berat, untuk menjawabnya juga perlu dengan hati nurani. 🙂
Saya hanya mau ngomong, kalau orang2 yang melakukan korupsi, baik korupsi dipemerintahan, dikeluarga, ditempat kerja, di diri sendiri, itu karena mereka tidak mempunayi tanggungjawab. Tidak memikirkan tanggungjawab. ^_*
Semoga komen saya tidak mengdung sara atau saru. hihihihi
Iya, Mbak, saya pernah bertanya begitu di socmed. Berat memang, sekaligus aneh ketika masih saja ada yang tega menzhalimi diri sendiri dan keluarga dengan melakukan korupsi. Iya, Mbak, saya setuju, yang demikian tentu tak punya tanggung jawab.
Tidak kok, Mbak, tidak mengandung sara dan saru, hehehe… 🙂